Dalam hal kesehatan pun mesti ada perimbangan agar Rumah Sakit tidak sekadar menjadi pelayan pasien miskin.
Jika pun memang harus, tetap harus ada kesungguhan pemerintah daerah mengeluarkan dana secara cepat dan lancar kepada RS.
Pasien miskin memang harus dilayani sebagaimana halnya pasien mampu.
Namun berikan juga kesempatan kepada RS untuk mengembangkan konsep pelayanan untuk memperoleh benefit yang ditujukan bagi kesejahteraan karyawannya. ’’Perlu keseimbangan merumuskan pelayanan kesehatan di RS melalui peraturan daerah yang dapat menampung pasien miskin di satu sisi dan pihak RS di sisi lain,” tukas Isa.
Menurut dia, refleksi yang patut dilakukan dalam peringatan hari ulang tahun Kota Bandung pun tidak terlepas dari adanya political will dalam sisi reformasi birokrasi.
Artinya untuk mempermudah pelayanan publik sekaligus mengeliminir ungkapan yang kira-kira berbunyi, kalau bisa dipersulit untuk apa dipermudah. Reformasi birokrasi pun erat kaitannya dengan integrasi antar birokrasi.
Dengan kata lain perlu dicanangkan keinginan bersama untuk menciptakan birokrasi yang berpatokan pada kemajuan kesejahteraan umum.
Hari Jadi Kota Bandung (HJKB) yang bertepatan dengan sehari setelah Idul Adha, semestinya menjadi tolok ukur bahwa kota ini juga dibangun atas dasar prinsip Bandung agamis.
Tidak berlebihan kiranya apabila pada peringatan ulang tahun senantiasa diadakan ekspresi rasa syukur kepada Tuhan, dan rasa syukur itu diperlihatkan pada keinginan bersama untuk terus menerus merecovery ekonomi warganya.
Berpangkal dari keinginan bersama itulah gejolak protes warga dalam sektor ekonomi dengan sendirinya mengecil.
”Artinya harus ada kesungguhan kerja birokrat dalam merumuskan konsep ekonomi yang berpihak pada peningkatan taraf hidup masyarakat,” pungkas Isa. (edy)
Refleksi HJKB Dorong Perubahan
- Baca artikel Jabarekspres.com lainnya di Google News