CISARUA – Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Bandung Barat cukup tinggi. Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Bandung Barat mencatat telah menangani 16 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, di mana jumlah kekerasan anak cukup tinggi yakni 13 kasus.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak BP3AKB Bur Julaeha menuturkan, kekerasan pada anak masih cukup tinggi. Berdasarkan data yang ada, jumlah anak sama dengan sepertiga jumlah penduduk, sehingga memungkinkan tingginya kekerasan pada anak cukup tinggi.
”Untuk meminimalisir kasus ini, perlu dilakukan pemantauan sejak dini. Bahkan sebelum kasus terjadi,” ucapnya kepada Bandung Ekspres kemarin (30/8).
Untuk menurunkan tingkat kekerasan terhadap anak, dibutuhkan pendidik yang mengerti tentang kekerasan. Hal ini untuk mengantisipasi kekerasan pada anak.
Tingginya kekerasan pada anak disebabkan oleh kurangnya kesadaran dari setiap stekholder yang ada di masyarakat. penyebab lainnya, tingginya tingkat kemiskinan di tiap daerah dan pernikahan dini yang terjadi di wilayah tersebut. Faktor tersebut menjadi yang paling mendominasi tingginya tingkat kekerasan terhadap anak. ”Tantangan untuk ibu-ibu sekitar untuk bisa menekan kasus-kasus yang ada,” tuturnya.
Nur menjelaskan, bahwa si pelaku kekerasan biasanya hanya mendapatkan sanksi sosial. Sanksi tersebut, ternyata tidak mendapatkan efek jera untuk para pelaku. Jika sanksi sosial, si pelaku hanya diusir saja dan pindah ke tempat yang baru. Pindahnya ke tempat yang baru malah membuat si pelaku melakukan kejahatannya lagi.
Selain mendapatkan sanksi sosial, Nur menuturkan, perlu ada sanksi hukum. Menurut dia, sanksi hukum, bisa lebih mendapatkan efek jera kepada si pelaku. ”Misalkan kasus di Batujajar, si pelaku hanya mendapatkan cemoohan. Si pelaku pindah ke Cipatat dan malah mengulangi kasusnya lagi,” ucapnya. (mg5/fik)