[tie_list type=”minus”]SKPD Kurang Respon Tata Kelola Pemerintahan [/tie_list]
BATUNUNGGAL – Pemikiran Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, yang ingin menata pembangunan melalui konsep Bandung Technopolis tak diimbangi Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota Bandung, dengan mengusulkan perencanaan regulasi.
Pasalnya, secara kasat mata, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) minim sekali memberikan kepastian perlindungan hukum, terlihat dalam program regulasi daerah (Prolegda) tahun 2016, yang jauh dari ideal.
’’8 Raperda baru terinventarisasi Bagian Hukum dan HAM Pemkot Bandung,” kata anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bandung Tomtom Dabul Qomar, kemarin (25/8).
Menurut dia, meski Raperda jumlahnya tak terbatas, namun itu menyangkut produktivitas. Hasil evaluasi Raperda tahun 2015 yang sudah dibahas legislator belum menggambarkan pembuatan Perda yang ideal.
Banyak persoalan kebutuhan dasar masyarakat yang mencuat semestinya dapat diproteksi perda.Tetapi, fakta menunjukkan, masyarakat malah termarjinalkan. ’’Kalau mau jujur, itu akibat prolegda yang tak pro rakyat. Sering masyarakat jadi korban dampak legislasi yang ambigu,” tukas politisi Partai Demokrat tersebut.
Tomton mencontohkan, karut marut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), hingga kini tak jelas penyelesaiannya. Pemutihan reklame ataupun moratorium SPP-DSP jadi menyesatkan ketika berakhir periodesasinya. ’’Bukan memberi harapan baru tetapi menjadi beban yang harus dibayar secara rapel olah masyarakat. Penerapan sewa aset dan lainnya. Intinya, yang lebih krusial banyak Perda yang tidak ditindaklanjuti dengan Perwal,’’ sahut Tomtom.
Dirinya menukas, Perda bukanlah barang terlarang yang tak dapat direvisi, kalau dikaitkan dengan kondisi kekinian. Secara substansi Perda sangat penting dalam mengatur roda pemerintahan, namun kerap luput dari perhatian SKPD.
Tomtom sekaligus mengingatkan, dengan minimnya usulan Raperda ke Bagian Hukum dan HAM, menunjukkan kurang responnya SKPD terhadap perubahan tata kelola pemerintahan dan antisipasi kumulasi terbuka. Bukan rahasia umum banyak Perda yang diuji materi dan dibatalkan Mahkamah Konstitusi. ’’Seharusnya, itu mendapat perhatian khusus,’’ singkatnya.
Kondisi tersebut menggambarkan minimnya perencanaan hukum dalam mendiagnosa Perda yang dibutuhkan masyarakat. ’’Perencanaan hukum Pemkot Bandung masih lemah. Padahal dibutuhkan Perda yang mendukung realisasi pembangunan,” tandas Tomtom. (edy/vil)