[tie_list type=”minus”]Walikota Terlalu Ikut Campur[/tie_list]
BATUNUNGGAL – Maraknya bimbingan belajar di Kota Bandung membuktikan gagalnya Dinas Pendidikan melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM). Pasalnya, kepala dinas pendidikan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) dikooptasi oleh pimpinannya yang notabene walikota.
Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung Achmad Nugraha menjelaskan, seharusnya pimpinan dalam merekrut pejabat eselon II menerapkan kontrak komitmen yang membuat penilaian lebih adil. Pejabat yang tidak mampu mencapai target dengan sendirinya akan mengundurkan diri. ’’Ini akan menghindari fit and proper test yang hanya bersifat semu,” tukas Amet-sapaan akrabnya di Gedung DPRD Kota Bandung kemarin (19/8).
Guna lebih memberdayakan para guru melalui KMB, sekolah mesti berinovasi demi memaksimalkan dan mengoptimalkan mata pelajaran sesuai kurikulum yang berlaku.
Amet mencontohkan, murid yang tertinggal dalam memahami mata pelajaran diproteksi oleh guru pembimbingnya. Bukan diarahkan ke bimbingan belajar. ’’Cara tersebut bukan tidak mungkin ada indikasi kerjasama sekolah dan bimbel dalam mencari keuntungan materi,” tegasnya.
Hal senada dilontarkan Agus Gunawan, anggota Komisi D dari Fraksi Demokrat. Menurutnya, sudah saatnya dunia pendidikan di kota kembang menjamin pelalatan sekolah gratis bagi warga miskin ataupun mampu. Kebijakan itu berlaku baik di sekolah negeri maupun swasta.
’’Warga mampu cukup membayar DSP dan SPP. Selebihnya dijamin APBD yang diatur dalam peraturan daerah,’’ ucapnya.
Dirinya berharap, kebijakan itu akan terselenggara melalui APBD tahun 2016. Meskipun idenya berasal dari dewan, namun tidak salah penghargaan yang tinggi diberikan kepada pemerintah kota yang memperhatikan pendidikan secara maksimal.
Pendapat yang lebih menyentuh siswa dan memartabatkan warga Bandung dikemukakan anggota Komisi D Yusuf Supardi. Dirinya memandang, kurikulum tidak masalah, tapi sistematika KBM optimal. Yusuf menggambarkan, sistem pelayanan pendidikan yang dilaksanakan di Surabaya tidak mengenal masa orientasi sekolah (MOS). Yang berlaku saat ini adalah layanan orientasi siswa (LOS). ’’Layanan orientasi itu mendekatkan siswa pada lingkungan. Tidak ada tugas-tugas yang memberatkan orang tua siswa,’’ imbuhnya.
Melihat apa yang terjadi di Disdik kota Bandung, anggota Komisi D Iwan Darmawan menyayangkan keterlibatan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil yang terlalu jauh. Seharusnya, dana CSR itu dimaksimalkan komite sekolah. Tak hanya itu, APBD mestinya digunakan sesuai RPJMD yang dalam penganggaran setiap tahun juga tertuang dalam kesepakatan KUA-PPAS, yang ditandatangani walikota dan ketua DPRD. ’’Komite harus berpihak pada kualitas sekolah. Sebab di Bandung, diindikasikan ada komite yang mencari keuntungan pribadi,’’ tandas Iwan.