[tie_list type=”minus”]Hasil Evaluasi Disdik dan Komisi D DPRD Bandung [/tie_list]
BATUNUNGGAL – Kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang melanda Kota Bandung, diakui akibat kurangnya sosialisasi. Hal itu dinyakatan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung Elih Sudiapermana, usai rapat koordiansi evaluasi PPDB bersama Komisi D DPRD Kota Bandung, kemarin (29/7).
Dia menjelaskan, intinya memang ada masalah menyangkut mekanisme penerimaan siswa didik baru. Aturan yang yang sudah dibuat pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan, dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab. ’’Surat Keterangan Tidak mampu (SKTM) dimanfaatkan orang yang tidak berhak. Ke depan, ketentuan itu harus diperbaiki,’’tukas Elih.
Dalam kaitan pola terapan PPDB, dia mencontohkan, untuk tingkat sekolah menengah pertama dan atas, dikenal afirmasi. Sedangkan, di perguruan tinggi (PT), ketentuan itu tidak dikenal. Meski demikian, perbedaan yang bertumpu pada nilai semata dapat diterapkan untuk sekolah menengah. Dalam penilaian Elih, hal ini masih perlu kajian mendalam.
Menyoal masalah bangku sekolah untuk siswa yang belum diterima, dia menjelaskan, kewenangannya ada di tingkat sekolah. ’’Kosong atau sudah terisinya bangku dan penambahan kuota, sepenuhnya ada di sekolah masing-masing,’’ tegas Elih.
Di tempat yang sama, Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung Achmad Nugraha sependapat dengan Kadisdik Elih Sudiapermana. ’’Kesimpulan evaluasi PPDB, kelemahannya ada di sosialisasi. Untuk tahun 2016, persoalan SKTM akan diantisipasi enam bulan sebelum (masa) PPDB,’’ kata politisi PDIP itu.
Apa yang terjadi di ranah pendidikan dan menimbulkan kehebohan, sambung dia, selayaknya dijadikan pelajaran berharga. Masing-masing pihak sepakat mengakui kelemahan PPDB sebagai perjalanan dan dinamika dunia pendidikan yang haru diperbaiki. ’’Masalah sosialisasi jadi fokus perbaikan bersama,’’ imbuh Achmad.
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melalui disdik telah memutuskan agar kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) berlangsung tanpa kekerasan fisik ataupun verbal. Oleh karena itu, kepala sekolah dan guru dituntut untuk terus mengawasi kegiatan MPLS. Namun, menambahkan kegiatan lain yang bersifat positif.
Hal ini terlihat dalam kegiatan MPLS di SMA 20 Bandung. Pasalnya, siswa baru diharuskan berjalan kaki untuk menuju ke sekolah dalam radius 100 meter. Siswa baru tidak diperkenankan untuk menggunakan kendaraan hingga ke gerbang sekolah. Panitia tata tertib terlihat berjaga di sepanjang radius 100 meter untuk memastikan tidak ada siswa baru yang menggunakan kendaraan hingga ke gerbang sekolah.