Buruh Terancam PHK

Benny menambahkan, sudah menyampaikan imbauan terhadap perusahaan agar tidak ada PHK meski kondiri ekonomi sedang morat-marit. ”Jadi hak-hak buruh sebisa mungkin harus bisa terpenuhi,” pungkasnya.

Dalam beberapa bulan terakhir, kondisi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Posisi terakhir, rupiah berada pada level Rp 13.350 per dolar AS. Bagi dunia usaha, tentunya, hal itu merupakan sebuah situasi yang kurang menguntungkan, bahkan ancaman. Salah satu ancamannya adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Ancaman PHK besar-besaran itu pun membayangi industri-industri Jabar.

Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Barat Agung Suryamal Soetisno membenarkan, kondisi industri di Jabar berada pada level lampu kuning. Itu sebagai efek perkembangan ekonomi global. Satu di antaranya, akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

”Sejak awal 2015, sekitar 6.300 karyawan industri tekstil dirumahkan (PHK, Red). Penyebabnya, jelas dia, biaya produksi yang tinggi tanpa diimbangi kineja penjualan yang positif. Bahkan, momen Ramadan dan Idul Fitri pun pun tidak lagi menjadi trigger penjualan bagi industri tekstil,” papar Agung dalam seminar “Menyikapi Penguatan Dollar AS terhadap Dunia Usaha di Indonesia.” di Hotel Golden Flower Jalan Asia Afrika, Bandung, belum lama ini.

Menurutnya, saat ini, terjadi penumpukan stok produk pada gudang-gudang. Sarung menjadi salah satu contohnya. Perkiraannya, sebut Agung, volumenya mencapai 2 juta kodi, kondisinya menumpuk tak terjual. Biasanya, kata Agung, dua bulan pra-Idul Fitri, sarung-sarung habis diborong. Namun, saat ini, kondisinya tidak laku. Efeknya, industri stop produksi. ”Karyawan pun diliburkan,” tuturnya.

Agung berpendapat, situasi ini akibat daya beli masyarakat yang terus melemah. Selain itu, ujar dia, nilai tukar rupiah yang terus anjlok pun berkontribusi pada perkembangan ekonomi nasional saat ini. Padahal, keberlangsungan dunia usaha nasional sangat bergantung pada stabilitas rupiah.

Efek anjloknya rupiah bagi industri karena biaya produksi meninggi. Penyebabnya, 99 persen bahan baku industri di Jabar merupakan impor. Kemudian, lanjutnya, dolar AS pun menjadi acuan skema pembayaran bunga bank. Itu karena, banyak pinjaman menggunakan dolar. ”Sekitar 52 persen transaksi menggunakan dolar AS. Otomatis, pelemahan rupiah berpengaruh. Rumitnya, ekspor pun turut melambat, khususnya, batu bara,” kata Agung.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan