Adizam tidak mau berkomentar banyak mengenai proses uji laboratorium yang dilaksanakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang membutuhkan waktu lama untuk menguji sampel itu. ”Kebetulan kami punya fasilitas yang lengkap, jadi bisa lebih cepat. Pengujian kemarin (20/5) cuma empat jam, malamnya sudah laporan ke Pemkot Bekasi,” terangnya.
Pihaknya tidak melapor ke pusat karena memang tidak menerima sampel beras yang dikirim BPOM atau Kemenkes. ”Kali ini klien kami adalah Pemkot Bekasi, jadi kami tidak laporkan ke BPOM. Tapi, selama ini BPOM sering meminta kami menguji sesuatu kalau mereka tidak punya fasilitas laboratoriumnya. Alat kami memang punya standar khusus dan harganya mahal,” jelas dia.
Dengan kasus tersebut, pihaknya berharap masyarakat lebih berhati-hati dalam mengonsumsi makanan apa pun. Untuk beras, dia menyarankan memeriksa secara lebih teliti sebelum memasak. ”Kalau beras asli itu ada putih-putihnya di dalam, kalau palsu cenderung bersih. Kemudian, kalau beras asli dicuci airnya keruh, sementara beras plastik tetap bening. Bisa juga dibakar, kalau leleh berarti palsu,” paparnya.
Adizam mengungkapkan, kasus pangan yang tercemar plastik bukan yang pertama ditemukan Sucofindo. Sebelumnya laboratorium Sucofindo menemukan kandungan plastik dalam kerupuk dan gorengan. Taktik itu biasanya dipakai supaya makanan terasa renyah. ”Entah sengaja atau tidak, tapi pernah kami temukan. Mereka memasukkan minyak goreng sekaligus plastiknya ke wajan,” ungkapnya. (chi/byu/tam)