Ingin Bikin Sketsa dari Sabang sampai Merauke

Dalam perjalanannya, acara live sketching atau menggambar dengan mengamati objek langsung menjadi ciri utama komunitas IS. Kegiatan itu dilakukan secara rutin sebulan sekali. ”Di luar gathering, biasanya anggota hampir setiap hari nyeket sendiri-sendiri,” ujarnya.

Hasil sketsa para anggota wajib diceritakan pada akhir acara kopdar (kopi darat). Tidak untuk dinilai baik atau buruk. Tapi, setiap anggota diharapkan mau berbagi ilmu untuk bisa menutupi kekurangan anggota yang lain.

”Jadi, anggota IS itu adalah guru sekaligus murid,” jelasnya. Anggota IS terus bertambah. Kini jumlahnya mencapai 300 orang dan tersebar di 10 kota. Yakni, Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Medan, Pekanbaru, Balikpapan, Samarinda, dan Makassar. Setiap hari sedikitnya lima sketsa muncul di Facebook IS.

’’Facebook kami ternyata banyak follower-nya. Jumlahnya 14 ribuan. Artinya, sketsa karya anggota IS banyak diapresiasi follower,’’ kata Donald.

Pada 2012, IS mulai memberdayakan karya para anggota. Mereka diminta untuk mengirimkan hasil sketsa terbaiknya dalam bentuk digital dengan resolusi tinggi. ’’Sketsa itu kami bikin merchandise berbentuk kartu pos atau kami cetak dalam ukuran besar yang layak untuk dijual,’’ kata Donald.

Sebagian hasil penjualan karya itu diberikan kepada anggota sebagai kredit. Selain dijual, sketsa para anggota dipamerkan di berbagai event seni atau bazar. ”Saat ada Kota Tua Creative Festival 2013, kami buka stan. Ternyata, banyak pengunjung yang tertarik. Salah satunya seorang bule,” cerita Donald.

Bule itu tertarik sketsa Museum Fatahillah karya anggota IS. Dia mengatakan, Museum Fatahillah merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda yang masih terpelihara dengan baik. Dia kemudian menawari IS untuk pameran di kantornya, Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.

’’Ternyata bule itu staf di Kedutaan Belanda,’’ kata Donald. Pameran tersebut adalah rangkaian acara 200 tahun Kerajaan Belanda yang dirayakan pada 2014 dan 2015. Kedutaan Belanda ingin menggelar pameran seni dengan nuansa khas Negeri Kincir Angin itu di Indonesia.

’’Akhirnya disepakati tema gambarnya adalah bangunan warisan Belanda yang masih fungsional di Indonesia,’’ jelas Donald.

Itulah pekerjaan besar pertama yang melibatkan para anggota IS dari berbagai daerah. Sejumlah anggota IS dari Jakarta, Surabaya, Jogja, Bogor, Bandung, Semarang, dan Medan diminta untuk membuat karya terbaik. Mereka diminta untuk menggambar bangunan warisan Belanda di daerahnya masing-masing. ’’Tidak hanya menggambar, mereka harus tahu cerita gedung itu.’’

Tinggalkan Balasan