Padi Bioremediasi Dipanen

Dia mengklaim, dari lahan seluas 100 tumbak itu hanya menghasilkan 4 kuintal atau 400 kilogram (kg), dengan menghabiskan biaya pengeluaran Rp 2 Juta. Namun dengan proses bioremediasi biaya yang harus dikeluarkan sangatlah rendah, cukup dengan Rp. 500 ribu. Itu untuk sewa traktor dan penanaman. Hasilnya padi, antara empat hingga delapan kuintal.

Lantas bagaimana ketika musim kemarau tiba? Menurut Adi, untuk mengisi lahan di musim kemarau, petani bercocok tanam palawija, cabe, bawang, dan timun. ’’Supaya kontur tanah tidak lama dimanfaatkan untuk ditanami,’’ ujarya.

Sementara itu Yaya, 60, warga Kampung Babakan Jawa RT 02/RW 12 Desa Babakanloa berharap, pabrik tidak lagi membuang air limbah beracun. ’’Sebelumnya, panen itu bisa menghasilkan antara 6-7 kilogram per tumbak, sekarang semakin menurun hanya 2-3 kilogram per tumbak,’’ keluh Yaya yang mengaku sudah 20 tahun menjadi petani padi.

Diakui Bagian Konservasi dan Kerusakan Lahan BPLHD Kabupaten Bandung Endang Suhaeni menerangkan, sebelumnya sekitar dua bulan pasca panen. Endang menjelaskan, biasanya di lahan seluas 100 tumbak itu hanya menghasilkan 400 kg, namun berkat metode ini, dia optimistis bisa mencapai 800 kg.

’’Dengan adanya metode baru ini, respon petani juga bagus. Malahan mereka berencana akan mengikuti pola yang dilakukan Pawapeling,’’ terangnya.

’’Untuk limbah minimal berkurang, karena setiap tahun makin bertambah sekarang sudah 20 sentimeter tinggi lumpurnya,’’ singkatnya.

Menanggapi persoalan itu, Kadinkes Kabupaten Bandung Dr H Ahmad Kustijadi menerangkan, pencemaran limbah itu tidak juga berkaitan dengan kesehatan manusia. Umumnya, warga terkena penyakit gatal-gatal, batuk dan rematik. ’’Kita akan menurunkan dokter untuk memberikan pengobatan secara gratis. Melibatkan puskesmas terdekat,’’ ungkapnya. (aku/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan