Jokowi Soroti PBB hingga IMF

Hal tersebut pun dipertegas oleh pengamat Hubungan Internasional Teuku Rezasyah. Menurutnya, struktur PBB memang sudah tidak demokratis. Apalagi, Dewan Keamanan PBB seringkali menyalahgunakan wewenangnya.

’’Ini kan dibangun 1945 oleh negara pemenang perang dunia. Dari AS dan Inggris serta Perancis yang ikut sekutu. Tapi, AS pun sudah tak independen dalam memegang posisi itu. Banyak resolusi yang ditekan dengan hak veto dan dukungan terus menerus ke Israel,’’ terangnya.

Apalagi, secara kekuatan ekonomi pun, baik AS, Inggris, Perancis, dan Rusia, sudah tak mumpuni. Masih banyak negara yang lebih cocok untuk menjadi Dewan Keamanan. Kriterianya seperti negara dengan populasi besar, mempunyai pemerintahan baik, dan mengedepankan kearifan lokal.

’’Saya harap ini bukan sekedar omongan manis. Negara yang mendukung harus menyiapkan wadah dan jadwal yang jelas untuk melakukan reformasi PBB. Kata kunci reformasi juga harus sering-sering dikumandangkan agar desakan semakin nyata,’’ imbuhnya.

Pernyataan berani dan tegas itu pun menuai apresiasi positif. Ekonom senior INDEF Ahmad Erani Yustika mengatakan, pernyataan tersebut merupakan cerminan isi hati mayoritas negara-negara berkembang di Asia dan Afrika. ’’Saya sangat bahagia mendengar itu,’’ ujarnya.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya itu menyebut, selama ini Bank Dunia, IMF, dan ADB memang banyak mempengaruhi dalam menentukan arah ekonomi negara-negara berkembang yang menjadi debitornya. ’’Secara langsung atau tidak langsung, terbuka atau tertutup, mereka sering campur tangan,’’ katanya.

Bagi Indonesia, pengalaman krisis 1998 menjadi pelajaran berharga. Ketika itu, Indonesia yang meminjam dana IMF harus menandatangani beragam kesepakatan yang di kemudian hari banyak merugikan Indonesia, termasuk privatisasi beberapa BUMN. ’’Hal itu juga dialami banyak negara lain,’’ ucapnya.

Erani mengatakan, pemerintah harus segera mengimplementasikan pernyataan tersebut dalam langkah konkret. Misalnya, dengan mulai mengeliminasi adanya perwakilan-perwakilan Bank Dunia, IMF, dan ADB dalam program-program pemerintah. ’’Supaya program ekonomi yang disusun benar-benar mengedepankan kepentingan nasional,’’ ujarnya.

Reformasi tatanan ekonomi global tidak hanya disuarakan di KAA. Di forum World Economic Forum (WEF) on East Asia 2015 yang diselenggarakan di Jakarta pekan ini, pandangan yang sama juga terlontar.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan