[dropcap]D[/dropcap]IPERKIRAKAN dalam sepuluh tahun mendatang, terjadi peningkatan penderita penyakit paru dan saluran pernafasan. Bukan hanya infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), tetapi juga meningkatkan jumlah penderita asma dan kanker paru. Terutama pada anak-anak.
Biang keladi utama peningkatan polusi udara tersebut adalah emisi kendaraan bermotor. Selama ini orang banyak menduga, bahwasanya andil terbesar dari polusi udara kota adalah berasal dari industri. Jarang disadari bahwasanya justru yang mempunyai andil besar adalah gas dan partikel yang diemisikan oleh kendaraan bermotor.
Ironisnya, kendaraan bermotor jumlahnya semakin banyak. Selain itu, alat transportasi umum seperti bis dalam kota Damri banyak yang tidak layak beroperasi. ”Sejak awal kita belum ada pergantian yang signifikan terkait dengan peremajaan angkutan umum Damri ini. Padahal, kondisi Damri yang ada itu sudah sangat tua sehingga perlu peremajan,’’ kata Ketua Walhi Jabar Dadan Ramdhan belum lama ini.
Akibatnya, kata dia, banyak keluhan-keluhan yang disampaikan oleh warga atau pengguna jalan. Keluhan itu berasal dari asap Damri dan bus-bus lain yang berasap knalpot tebal. Hal ini, diperparah oleh letak geografis Kota Bandung yang berada di antara pegunungan-pegunungan. Sirkulasi udaranya, jelas Dadan, tidak begitu bagus. Berbeda dengan kota-kota yang berada di pesisir. Sehingga, hasil pembuangan dari kendaraan bermotor ini relatif tidak bergerak, tapi terkumpul di atas awan.
Ketika hujan turun, maka polusi tersebut akan meresap kembali ke dalam tanah dan mengalir ke sumber air. Kemudian, air tersebut telah tercemar oleh sulfat atau zat-zat lain dan sebelum digunakan untuk kebutuhan sehari-hari oleh masyarakat. Sehingga, perlu alat pengolah khusus.
Selain itu, asap Damri yang pekat bisa menyebabkan mata iritasi. Apabila kondisi ini terus menerus terjadi, akan mengganggu kesehatan. ’’Ditambah lagi Kota Bandung yang sangat minim dengan ruang terbuka hijau, karena dengan bertambahnya pembangunan yang begitu pesat,’’ ujarnya.