Pemerintah Buka Keran Impor Gula Rafinasi

Ismed pun mempertanyakan keberpihakan pemerintah pada industri gula dalam negeri. Dia mencontohkan, ketika Februari lalu perusahaan otomotif asal Amerika Serikat General Motors (GM) menutup pabriknya di Bekasi, langsung menjadi perhatian para menteri. Sementara ketika ada pabrik tebu yang mempekerjakan ribuan karyawan dan petani terancam tutup, kepedulian pemerintah belum terlihat. ’’Ini ironis, memprihatinkan,’’ katanya.

Rembesan gula rafinasi impor yang terus berulang juga membuat berang para petani tebu. Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil mengatakan, selama ini pemerintah seolah menutup mata dengan dampak yang diderita petani akibat harga gula yang anjlok karena rembesan gula rafinasi. ‘Apalagi, sanksi bagi importer hanya administrasi, mestinya mereka dipenjara seumur hidup atau dihukum mati,’ tegasnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Kajian Strategis dan Advokasi Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia Yeka Hendra Fatika menyebut, pemerintah perlu melakukan audit menyeluruh terhadap neraca kebutuhan dan pasokan gula nasional. Tujuannya, agar jangan sampai gula produksi pabrik tebu lokal menumpuk di gudang sementara gula impor terus masuk. ’’Karena itu, sebaiknya impor distop dulu dan industri makanan minuman wajib menyerap gula lokal,’’ ujarnya.

Berdasarkan data Dewan Gula Indonesia 2014, impor gula sepanjang tahun lalu mencapai 3,7 juta ton, sedangkan produksi gula oleh pabrik dalam negeri sebesar 2,6 juta ton, adapun kebutuhan gula nasional untuk rumah tangga dan industri sekitar 5,7 juta ton. Sehingga, ada kelebihan pasokan sekitar 600 ribu ton. (owi/rie)

Tinggalkan Balasan