Kemudian, seorang pelatih SSB minimal harus memiliki lisensi C Nasional. Sehingga dia akan sangat paham dengan Youth Development. ’’Dia akan tahu persis kapan harus latihan, game, atau pembentukan karakter,’’ tandasnya.
SSB yang berkualitas akan memiliki program latihan yang terukur. Acuannya pada ketentuan yang ada di Youth Development. Misalnya, untuk U-10 yang identik dengan fun game, beberapa SSB ada yang sudah mewajibkan pemainnya menguasai minimal tiga dari tujuh dasar bermain bola. Hal ini harus dilakukan karena akan sangat membantu proses kenaikan ke jenjang yang lebih tinggi. Misalnya ketika masuk level U-14 atau U-15 yang sudah dihadapkan pada situation game atau pertandingan yang sedungguhnya. Untuk memudahkan penerapan program itu, SSB yang berkualitas biasanya akan menyertakan dua pelatih di tiap kategori usia.
Menurut ketentuan FIFA, SSB sebaiknya melakoni 600 jam pertandingan per tahunnya. Ini artinya, rata-rata setiap pekan bermain di dua laga resmi agar mempunyai jam terbang yang lebih tinggi dan pengalaman.
Hal-hal inipun yang menjadi kekurangan di SSB Indonesia, khususnya Kota Bandung. Akibatnya, SSB minim mencetak pemain profesional ke jenjang senior. Hal ini berimbas pada lambannya karier pemain tersebut dan kurangnya tim-tim ISL yang melirik dan merekrutnya. (mg8)