Pemerintah Tidak Terbuka Terkait RUU Cipta Kerja, Sehingga Banyak Misinformasi

JAKARTA –  Penolakan terhadap  UU Omnibus Law Ciptaker makin meluas ke daerah-daerah. Bukan hanya datang dari kalangan buruh, mahasiwa dan pelajar, bahkan kini melibatkan akademisi dan  pimpinan daerah.

Wakil Ketua Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher merasa prihatin dan menyebut pemerintah harus bertanggungjawab meredakan situasi.

Menurutnya, unjuk rasa pasti membawa imbas pada kehidupan masyarakat. Jika penanganannya kurang tepat bisa membawa banyak korban.

’’Pemerintah harus bertanggungjawab meredakan situasi dengan cara-cara persuasif. Jangan bersikap seolah bersembunyi tangan setelah melempar batu,” demikian Netty Aher dalam keterangan medianya, Sabtu, (10/10).

Menurut Netty,  unjuk rasa meluas karena pemerintah kurang terbuka dan transparan terkait isi  undang-undang Ciptaker  secara utuh dan menyeluruh.

Sudah seharusnya pemerintah menunjukan dengan jujur mana naskah final Undang-Undang Ciptaker hasil pembahasan Panja dan Timus Baleg DPR RI.

Jangan lakukan pembiaran atas tafsir yang beredar di masyarakat dengan menyebut hal tersebut sebagai hoax, namun  tidak ada  klarifikasi dengan bukti naskah asli.

’’Bagaimana mungkin  bisa terjadi sebuah undang-undang disahkan sementara anggota panja-nya saja saja mengaku belum menerima naskah otentiknya?,” ujarnya.

Menurut Netty, sejak awal diluncurkan pasal-pasal terkait ketenagakerjaan, investasi  dan klaster lainnya  dalam RUU Omnibus Law Ciptaker  sudah menuai kontroversi.

Belum lagi duduk semua persoalan, proses pembahasannya  malah disegerakan,  dipaksakan, bahkan  dibahas secara maraton  saat pandemi Covid-19 sampai menabrak  persidangan pada masa reses.

’’Ketergesaan tersebut membuat akses dan partisipasi masyarakat  terbatas dalam memberi masukan dan koreksi atas RUU yang  menyinkronkan 79 UU dan terdiri dari 1203 pasal tersebut,” tandasnya.

Selain itu, kata Netty, selama masa pembahasan, F-PKS menilai bahwa proses penyusunan dan pembahasan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) tidak dilaksanakan secara runtut dengan waktu cukup, sehingga berpotensi mengabaikan aspek kecermatan dan kualitas legislasinya.

Oleh karena itu, kata Netty, pemerintah haru meredakan situasi dengan sikap jujur, terbuka dan transparan dengan tunjukkan mana naskah otentik dan final hasil pembahasan Panja dan Timus UU Ciptaker ini. Baru setelah ini, publik dan pemerintah bisa sama-sama duduk menilai mana yang hoax dan mana yang benar.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan