Citra KPU Tercoreng

JAKARTA – Ditangkapnya Komisioner KPU Wahyu Setiawan oleh KPK, dikhawatirkan akan berdampak pada penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 mendatang. Mulai dari partisipasi masyarakat menurun, hingga hilangnya kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu.

Peneliti Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadanil mengatakan, kasus ini berpotensi akan berpengaruh. Hal ini menjadi tantangan berat bagi Komisi Pemiluhan Umum (KPU). Baik di tingkat pusat maupun daerah. Menurutnya, KPU harus melakukan konsolidasi internal, dan segera membangun sistem integritas. “Semacam whistleblower system untuk mencegah sekaligus mengungkap praktik suap di internal mereka,” ujar Fadli kepada Fajar Indonesia Network (FIN) di Jakarta, Kamis (9/1).

Dia juga mendorong lembaga penyelenggara pemilu ini untuk kooperatif dalam membuka dan membongkar kasus dugaan suap ini hingga tuntas. Tujuannya agar kepercayaan masyarakat terhadap KPU bisa kembali.

Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menyebut persepsi publik terhadap Pilkada 2020 bisa menurun. Begitu juga dengan kredibilitas KPU sebagai lembaga. Kasus yang diduga menyeret salah satu partai politik juga diprediksi mempengaruhi.

Menurutnya, jika nantinya terbukti ada oknum yang ikut terseret, partai harus segera mengambil sikap. “Hal ini untuk menjaga kredibilitas partai,” kata Akademisi Universitas Pelita Harapan tersebut.

Ia menyarankan, KPU harus terbuka dan memberikan ruang seluas-luasnya kepada aparat penegak hukum membongkar kasus ini. Jika ditutupi, kepercayaan publik akan terus menurun. “Ini justru menjadi pintu masuk bagi KPU untuk membersihkan seluruh jajarannya,” tegasnya.

Hal berbeda disampaikan Pengamat Politik Ujang Komarudin. Menurutnya, hal ini tidak akan berpengaruh kepada pelakasanaan Pilkada yang akan dilaksanakan di 270 kabupaten/kota dan provinsi.

Menurutnya, dalam perhelatan nanti, kader yang diusung di tiap daerah berbeda. Begitu juga tingkat pelaksanaannya. Akan dihelat oleh penyelenggara lokal. Bahkan, ia meyakini jika kasus ini tidak akan berdampak kepada partisipasi pemilih. Alasannya, dalam pemilu kemarin, Golkar tetap menempati posisi ke tiga dari perolehan suara. Padahal, kasus ketua DPR Setnov dan Idrus Marham sedang ramai diberitakan media.

“Begitu juga partisipasi pemilih. Saya kira orang datang ke TPS bukan karena KPU. Tetapi karena partai dan kandidat. Mereka meminta kepada masyarakat untuk memilih. KPU hanya sosialisasi saja, tapi yang mengajak itu jelas calon kepala daerahnya,” beber Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan