Survei Setara Institute Mencengangkan

JAKARTA – Temuan Setara Institute membuat Ketua MPR Bambang Soesatyo tercengang. Dari survei yang dilakukan di 171 SMA Negeri di Jakarta dan Bandung pada 2016 menunjukkan persoalan serius. Sebanyak 4,6 persen responden mendukung tindakan organisasi tertentu untuk melarang pembangunan rumah ibadah. Parahnya, satu persen responden setuju terhadap adanya ISIS, 11 persen responden setuju Indonesia menggunakan ideologi khilafah dan 5,8 persen setuju ideologi Pancasila diubah.

”Ini mencengangkan sekali. Indonesia tak hanya soal memajukan pendidikan Indonesia, tapi juga merevitalisasi mata pelajaran Pancasila di semua jenjang sekolah. Ancaman radikalisme, kekerasan, dan intoleransi ada di depan mata kita,” terang Bamsoet saat dalam seminar Potret 12 Tahun Kondisi Kebebasan/Berkeyakinan dengan teman ”Merawat Kemajemukan, Memperkuat Negara Pancasila” di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, kemarin (12/11).

Ditambahkannya, pada penelitian kualitatif Setara Institute tahun 2016 di 10 kampus perguruan tinggi negeri menemukan bahwa terdapat wacana dan gerakan keagamaan di perguruan tinggi negeri yang berpotensi mengancam negara Pancasila.

Secara kualitatif, gejala radikalisme agama juga menyasar aparatur sipil negara sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat. Jumlah ASN yang terpapar radikalisme sangat mengkhawatirkan. Badan pembinaan ideologi Pancasila mensinyalir ASN yang pro radikalisme atau bersikap anti-pancasila jumlahnya lebih dari 10%.

”Tidak berhenti di situ TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia juga menjadi lahan untuk mentransmisikan paham radikalisme. Tidak kurang dari 4% TNI dan Polri turut serta dengan paham yang membahayakan Negara Pancasila,” terang Bamsoet.

Pada aspek ideologis masalah patogonik besar kita terkait dengan ideologi negara utamanya berangkat dari dua isu. Pertama kelemahan kita dalam merawat dan mentransformasikan ideologi kebangsaan kita dari mulanya rumusan-rumusan ideal abstrak menjadi praktik-praktik kolektif kenegaraan kebangsaan dan kemasyarakatan.

Kedua, ketidakmampuan kita mencegah implantasi narasi dan gerakan kontra ideologi negara dalam berbagai aspek. “Kita harus mengakui ada semacam kealpaan dalam konteks tersebut. Kealphaan dalam konteks inilah yang membuat kelompok-kelompok konservatif eksklusif mudah mengintruksi dunia pendidikan,” urainya.

Sebenarnya, kata Bamsoet ancaman ideologi Pancasila ini sudah mulai terasa sejak awal reformasi dalam bentuk deideologisasi Pancasila yang antara lain dengan dicabutnya P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan