Kabinet Bagus

Erick orang yang pandai membuat orang tidak tersakiti. Ia sangat pandai merangkul orang. Kalau sampai ia jadi korban birokrasi sungguh sayang: kita kehilangan pebisnis hebat. Yang niatnya mengabdi tapi terbalas tuba.

Mahfud MD akhirnya mendapat tempat di Menko Polhukam. Setelah gagal jadi cawapres. Inilah pertama kali Menko Polhukam bukan tentara.

Presiden Gus Dur telah memberikan bekal dalam CV Mahfud MD. Sehingga dianggap punya track record untuk jabatan barunya.

Gus Dur pernah mengangkatnya menjadi menteri pertahanan.

Menteri pertahanan pertama yang sipil.

Di era demokrasi, tentara memang harus di bawah sipil. Itulah mimpi demokrasi Gus Dur.

Dan lagi tantangan keamanan ke depan adalah sipil-sipil. Ekstrimis, kesukuan, kesenjangan kaya-miskin, tidak tegaknya hukum.

Itu bidang yang dikuasai Mahfud.

Toh menteri pertahanannya sudah ‘orang kuat’: Prabowo Subianto.

Menko bisa lebih fokus ke soal keamanan non militer itu dan pembenahan hukum itu.

Bagaimana dengan dipilihnya Kapolri Tito Karnavian sebagai menteri dalam negeri?

Kelihatan sekali presiden juga bisa berkelit untuk pos ini. Dari tekanan politik. Pastilah PDI-Perjuangan sangat mengincar posisi ini. Saya pun merasa PDI-Perjuangan punya ‘hak’ jatah Mendagri itu. Sebagai partai pemenang pemilu.

Tapi PDI-Perjuangan mestinya juga tidak kecewa. Jenderal Polisi Tito sudah membuktikan keloyalan politiknya. Terbukti saat Pemilu yang lalu.

PDI-Perjuangan mestinya bisa memegang Tito untuk Pemilu yang akan datang. Ia bisa jadi buldozer. Di zaman demokrasi pun buldozer masih diperlukan rupanya.

Bagaimana dengan Jaksa Agung?

Presiden ternyata juga mampu menghindar dari tekanan kiri-kanan. Terutama dari dua tokoh utama dalam koalisi: Megawati dan Surya Paloh.

Lewat medsos kita tahu: terjadi semacam rebutan untuk posisi itu.

Selama ini jaksa agung adalah orangnya Surya Paloh. Maka haknya pula untuk mempertahankan posisi itu. Agar tetap di tangannya.

Sebaliknya Megawati. Pasti tidak ingin jaksa agung kembali ke Nasdem. Terlalu banyak kader PDI-Perjuangan pindah partai. Karena takut jadi tersangka.

Presiden berhasil keluar dari tekanan itu. Pilih orang ketiga: ST Burhanuddin. Ia terpaksa pulang kandang ke almamaternya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan