Ketika Helm, Sandal, dan Botol Mengantre untuk Dapatkan E-KTP

Persaingan mendapatkan nomor antrean jadi lebih sulit lagi karena per hari dispendukcapil hanya mampu mencetak 235 keping blangko e-KTP. Soal blangko, Syafrudin menjamin tidak akan kehabisan. ”Hanya saja, proses pencetakan dilakukan secara bertahap karena keterbatasan tenaga pegawai,” terangnya.

Jumlah yang bisa dicetak tiap hari terbatas, tapi yang mengantre berlipat banyaknya. Akhirnya yang kerap terjadi, banyak yang harus berkali-kali ”begadang” di kantor dispendukcapil.

”Penderitaan” para pengantre itu pun mendapatkan perhatian dari dewan. Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon Supirman menyatakan, Pemkab Cirebon harus segera membenahi sistem.

”Sisi baiknya, kami menilai masyarakat sudah siap tertib administrasi kependudukan. Tapi, pemerintahnya malah belum siap,” kata Supirman.

Dia mencontohkan warga yang datang dari Losari. Untuk sampai ke Sumber saja butuh waktu sekitar dua jam. ”Belum antrenya, itu pun kalau dapat nomor antrean,” katanya.

Yang disampaikan Supirman itu dirasakan sendiri oleh Fikri. Dari rumahnya di Waled yang tak jauh dari Losari, bersama tiga rekan, dia berangkat ke Sumber sekitar pukul 04.00.

Sejam kemudian Fikri baru sampai di Sumber. Dan, apa yang dilihatnya? Antrean helm, sandal, botol, dan batu yang sudah mengular sedemikian panjang membuat nyalinya ciut. ”Ya, emang harus datang lebih awal (untuk bisa mendapatkan nomor antrean, Red),” katanya.

Kabar baiknya, Syafrudin menjamin, pada awal tahun depan masyarakat tak perlu lagi mewakilkan kepada helm, sandal, botol, dan batu untuk mendapatkan e-KTP. Sebab, per 27 Desember mendatang, pihaknya meluncurkan layanan online.

Dengan begitu, pada 3 Januari 2018 tidak ada lagi warga yang berebut antrean. ”Jadi, nanti warga yang ingin mencetak e-KTP bisa melakukan permohonan pencetakan melalui aplikasi online. Setelah diproses dan terdaftar, mereka bisa langsung mengambil e-KTP tanpa antrean,” ujarnya.

Tapi, itu masih nanti. Yang dihadapi para pengantre di dispendukcapil kemarin adalah perjuangan panjang dan melelahkan untuk mendapatkan apa yang menjadi hak mereka.

Seiring hari yang bertambah siang, masih banyak di antara mereka yang harus bertahan di kantor tersebut. Menunggu sembari mengantuk meski perut telah terisi nasi dan kopi sehabis mendapat nomor antrean tadi. (*/JPG/c10/ttg/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan