SOREANG – Angka pasangan poligami yang terdaftar di Pengadilan Agama Cimahi yang berada di wilayah Kabupaten Bandung, menurun. Di 2018 ini, yang berpoligami hanya sebanyak lima orang. Padahal, di 2017, sebanyak 10 orang tercatat beristri dua.
”Dalam satu tahun ini saya menangani kasus persidangan Poligami sebanyak lima kali dalam tahun 2018 ini. Namun di tahun sebelumnya menangani 10 kasus,” ungkap salah seorang Hakim senior di Pengadilan Agama Cimahi, H. Muhamad Sanusi, di ruang kerjanya, kemarin (14/11).
Saat ditanyakan apakah yang poligami tersebut ada Pegawai Negeri Sipil (PNS), Sanusi mengatakan, selama dirinya menangani yang berpoligami, belum tercatat ada dari PNS. Mereka umumnya pegawai swasta.
”Mana ada yang berani PNS berpoligami. Saat ini yang berpoligami merupakan pekerja swasta,” jelasnya.
Sanusi menerangkan, sebanyak lima kasus poligami tersebut dari tiga wilayah. Sebab, Pengadilan Agama ini menangani dari Kabupaten Bandung, Bandung Barat dan kota Cimahi. Menurutnya, poligami tersebut merupakan jalan keluar dari pada masyarakat berbuat zina.
Untuk proses poligami tersebut, lanjutnya, yakni istri yang tua harus menyetujui di hadapan hakim, harus mampu menafkahi kedua istrinya dan istri muda pun harus tahu berapa anaknya dari istri yang tua. Serta berapa harta kekayaan yang ada dengan istri yang tua. Sehingga istri muda tidak bisa mengutak ngatik harta yang sudah ada.
”Sehingga pada saat menikah dengan istri yang muda harus dari 0 lagi. Sebab, ini adalah harta pada saat menikah dengan istri yang tua,” terangnya
”Selama menangani poligami ini, kebanyakan istri tuanya mengizinkan. Mereka (istri tua) mengungkapkan dari pada dirinya dibohongi oleh suaminya, maka dia lebih baik mengizinkan suaminya untuk menikah lagi,” imbuhnya.
Berpoligami, kata Sanusi, menjadi bagian dari upaya mendapatkan pengakuan secara hukum terhadap istrinya dan anak-anaknya. Oleh karena itu, ungkapnya, pihaknya selalu melakukan penyuluhan hukum agar masyarakat jangan sampai menikah siri.
”Kami telah melakukan penyuluhan hukum tentang warisan, karena ahli waris adalah anak dari perkawinan yang sah. Dan apabila anak dari pernikahan yang tidak sah maka tidak dianggap oleh negara berarti bukan ahli waris,” paparnya.