NGAMPRAH– Kegiatan Festival Palagan Toya atau perang air disambut antusias oleh puluhan warga dan sejumlah tokoh adat di Kampung Cibedug, Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian acara Ruwatan Lembur Kampung Cibedug di Alun-alun Desa, Senin (18/3).
Berdasarkan pantauan, puluhan warga terlibat bentrokan dan melakukan aksi saling lempar. Menariknya, warga menggunakan susu sapi dan kopi luwak yang dikemas dalam bungkus plastik sebagai amunisi perang.
Aksi saling lempar antarwarga pun berlangsung secara intens kurang lebih selama 10 menit. Tak ada yang terluka dalam bentrokan ini, hanya tawa dan gurau canda yang mewarnai sepanjang acara. Jauh dari kata mencekam, mereka saling bersalaman dengan senyum mengembang di akhir acara.
”Palagan Toya ini salah satu rangkaian acara Ruwatan Lembur Kampung Cibedug yang biasa dilakukan setiap tahun. Tapi festival saling lempar ini baru pertama kali dihelat,” ujar sesepuh adat Kampung Cibedug, Dede Atmadja,72, kepada wartawan kemarin.
Dede menjelaskan, festival tersebut digelar sebagai cara untuk mempererat silaturahmi antarwarga dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, karena telah memberikan segala-galanya untuk warga Cibedug.
Sebagai amunisi, panitia menyiapkan 2.500 bungkus susu murni yang telah dicampur air dan 2.500 bungkus kopi luwak. Bahan-bahannya berasal dari urunan warga dan sumbangan dari pengusaha kopi luwak di Desa Cikole.
”Karena daerah Cikole ini merupakan daerah peternakan, semua yang terlibat mulai dari perangkat desa, tokoh adat, pemuka agama dan warga,” katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Cikole, Jajang Monas mengatakan, susu sapi dan kopi luwak yang digunakan berasal dari para peternak di wilayah Cikole. Dan kopi berasal dari pengusaha kopi setempat.
”Ini jadi salah satu upaya untuk memperlihatkan ke khalayak banyak, bahwa Cikole sebagai wilayah penghasil kopi dan susu terbaik. Filosofi lainnya juga untuk menyatukan pandangan yang berbeda, antara hitam (kopi) dan putih (susu) menjadi satu,” ujar Jajang.