Task Force Jawa Barat Gelar Diskusi Tematik Bersama Komunitas

BANDUNG – Task Force Jawa Barat menggelar diskusi tematik bersama para komunitas, aktivis dan para jurnalis di Bandung dengan tema “Indikasi Radikalisme dalam Hoaxs/Disinformasi soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual: Perspektif Jurnalis”.

Koordinator Task Force Jawa Barat, Ni Loh Gusti Madewanti mengungkapkan, semakin masifnya informasi berita bohong atau disinformasi dan ditemukannya peningkatan jumlah konten bermuatan intoleransi serta ujaran kebencian terhadap kelompok dengan latar belakang tertentu yang terindikasi radikalisme, melatar belakangi pelaksanaan diskusi tersebut.

”Beredarnya konten pembohongan publik dengan menyebarkan informasi yang tidak benar tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual secara sistematis juga mendorong pelaksanaan diskusi ini,” ungkap Ni Loh Gusti Madewanti, di Bandung Creative City Forum (BCCF) Braga, Jalan Braga No 3, Bandung, Kamis (18/7).

Ni Loh menjelaskan, tujuan dari diskusi sendiri adalah sebagai bentuk proses pendidikan publik dalam upaya pencegahan ekstrimisme berbasis ideologi dan intoleransi, membangun pemahaman jurnalis atau pegiat Hak Kesehatan Seksual dan Reproduktif untuk dapat melakukan kontra narasi/narasi alternatif yang mampu mengurangi penyebaran hoaks, kampanye hitam dan ujaran kebencian yang muaranya pada bentuk dukungan terhadap pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

”Hoaks dan disinformasi tersebut membuat kesalahpahaman masyarakat terhadap substansi yang sebenarnya. Menimbulkan kecurigaan bahkan memperlambat laju gerak untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” jelasnya.

Menurutnya, dalam pemetaan media yang dilakukan oleh Task Force Jawa Barat, sejumlah narasi hoaks mengenai substansi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual antara lain, adanya tuduhan RUU ini merupakan sarana bagi pemerintah untuk melegalkan perzinaan dan aborsi.

”Bahkan dalam hal ini diisukan pemerintah akan membagi-bagikan alat kontrasepsi kepada generasi muda,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, beredar pula anggapan ada larangan bagi orang tua mendidik anaknya guna menjalankan tuntunan ajaran agama seperti perintah menutup aurat serta menghilangkan wewenang wali mujbir untuk menikahkan anaknya dengan ancaman penjara bila hal tersebut dilakukan.

”Ada juga isu jika RUU tersebut merupakan titipan dari NGO internasional guna melegalkan orientasi seksual berbeda (lesbian, gay, biseksual dan transgender) atau gender ketiga,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan