Potensi Politik Uang Masih Mengkhawatirkan

JAKARTA – Potensi politik uang di Pemilu 2019 diprediksi terus meningkat. Ini akibat sumber pembiayaan makin bergantung pada para calon secara individual. Baik dalam pemilihan anggota legislatif dan pemilihan kepala daerah. Sebaliknya, peran partai politik dalam pembiayaan kampanye, ternyata semakin menurun.

Lembaga independen pemantau pemilu, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) merilis fakta terbaru dalam orientasi personal dari kacamata anggaran. Dari total laporan senilai Rp 427.151.741.325 oleh 16 partai politik. Total sumbangan calon legislatif Rp 337.856.293.303 atau 79,10 persen. Sedangkan partai hanya 20,09 persen, sisanya sumbangan perseorangan.

”Sedangkan 79,10 persen penerimaan dana kampanye dari calon legislatif, secara konsisten menunjukkan orientasi personal di Pileg 2019 sama kuatnya dengan Pileg 2014,” Terang Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz.

Dijelaskanya, orientasi pileg 2019 tetap berbasis pada sisi popularitas dan personalitas calon legislatif. Untuk bisa terpilih, maka setiap calon legislatif tetap akan berupaya meningkatkan popularitasnya, meningkatkan aktivitas kampanye, dan secara personal membiayainya.

”Meski demikian, belum ada jaminan mereka yang besar (biaya, Red) bisa menang, masih banyak variabel yang lain,” jelasnya.

Sejumlah pihak pun mengaku pesimistis Pemilu 2019 bersih dari politik uang. Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi mendefinisikan politik uang sebagai transaksi antara politisi atau parpol dengan pemilih. Sebab, berdasarkan hasil penelitan pada tahun 2014, sebanyak 33 persen masyarakat mengaku menerima politik uang.

”Bahkan Indonesia menempati peringkat terbesar ke-3 di dunia dengan praktik politik uang negara demokrasi di dunia,” sambung. ”Artinya, 1 banding 3 masyarakat menerima politik uang. Bahkan yang lebih menyedihkan,” imbuhnya.

Burhanuddin melihat kemungkinan politik uang akan menjadi hal yang masih akan ditemui pada Pemilu 2019. Sebab, aktor calon legislatif bertambah signifikan karena penambahan daerah pemilihan (Dapil) dan kursi di DPR maupun beberapa kursi di DPRD Provinsi dan kabupaten/kota.

”Pertarungan antara calon legislatif di Pileg 2019 akan lebih banyak aktor (Caleg) dari 2014 karena Dapil dan kursi nambah, sementara media massa dan masyarakat lebih fokus pada Pilpres sehingga Caleg di lapangan akan lebih leluasa tanpa pengawasan,” ungkapnya.

Menanggapi keduanya, Kapuspen Kementerian Dalam Negeri Bahtiar menyebut, areba pertarungan Caleg akan lebih terbuka luas dengan Pileg yang digabungkan pelaksanaannya dengan Pilpres. Ruang-ruang politik uang makin terbuka lebar dengan situasi sekarang ini.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan