Dewan Minta Jabatan Dirut RS Segera Diisi

BANDUNG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat ingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar terkait kekosongan Direktur Utama (Dirut) Definitif pada enam Rumah Sakit (RS).

Dewan mewanti-wanti, kondisi tersebut dinilai berdampak pada kegagalan lelang dan tak maksimalnya penyerapan anggaran.

Adapun enam RS itu, yakni RSUD Al Ihsan Baleendah Kabupaten Bandung, RS Jiwa Cisarua Kabupaten Bandung, RS Paru Sidareja Kabupaten Cirebon, RSUD Jampang Kulon Kabupaten Sukabumi, RSUD Pameungpeuk Kabupaten Garut dan RS Kesehatan Kerja Rancaekek Kabupaten Bandung.

“Ini sudah sangat menggangu dan berdampak pada menurunnya kinerja dari Dinas Kesehatan di Jabar dan ini sudah terjadi cukup lama,” ujar Sekretaris Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya, Kamis (13/6).

Dia katakan, per 1 Januari 2019 lalu Gubernur Ridwan Kamil melakukan perpanjangan masa tugas Pelaksana Tugas (Plt) Dirut di sejumlah RS tersebut. Dengan demikian, masa tugas Plt yang seharusnya maksimal satu tahun menjadi bertambah.

“Sekarang masuk bulan Juni, sudah lebih dari setengah tahun, ternyata masih juga belum diangkat direktur utama di rumah sakit umum daerah di Provinsi Jabar yang enam tadi itu,” katanya.

Ketika tidak ada dirut definitif, menurut Hadi, maka Plt direktur utama secara psikologis tidak berani mengambil keputusan keputusan strategis. Termasuk ketika ada kegagalan lelang sekitar Rp100 miliar di RSUD Pameungpeuk Kabupaten Garut pada 2019 ini.

Ketika tidak ada Dirut definitif maka Plt direktur utama secara psikologis tidak berani mengambil keputusan keputusan strategis. Termasuk ketika ada kegagalan lelang seperti yang terjadi di RSUD Pameungpeuk kabupaten Garut dengan nilai sekitar Rp100 miliar pada tahun 2019 ini.

“Plt tidak berani mengambil keputusan bahwa lelang yang gagal ini sebenarnya masih bisa dilakukan langkah-langkah komunikasi kepada mitra dinas yang lain dari PUPR dan sebagainya. Hanya saja karena statusnya Plt tidak dilakukan,” ucapnya.

Dengan kegagalan lelang itu, lanjut dia, artinya anggaran sekitar Rp100 miliar tersebut tidak dapat terserap untuk perluasan satu segmen dari RS tersebut. Sehingga hak masyarakat terancam tidak terlayani dengan baik.

Tinggalkan Balasan