Tarif Air Tanah untuk Industri Naik

CIMAHI – Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kota Cimahi memastika kenaikkan tarif satuan meteran air tanah yang digunakan oleh industri maupun rumah tangga. Kenaikan tersebut disesuaikan dengan harga air tanah Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.

Sekretaris Bappenda Kota Cimahi, Yunita R. Widiana mengatakan, saat ini harga pajak air bawah tanah di Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan Kota Bandung sebesar Rp 4.000. Sementara untuk di Kota Cimahi hanya Rp 500. Sehingga, akan disesuaikan dari Rp 500 permeter kubiknya menjadi Rp 1.500 sampai Rp 2.000 permeter kubik.

“Perwalnya sudah ditandatangani, dan dalam waktu dekat siap diimplementasikan. Kami dari Bappenda sebetulnya hanya menarik pajak. Di Bandung Raya, tarif air tanah di Cimahi itu yang paling rendah, makanya perlu dinaikkan,” ungkapnya, saat ditemui kemarin (19/3).

Menurut Yunita, Kendati sudah menaikkan tarif sebesar tiga sampai empat kali lipat, namun tarif air tanah di Cimahi tetap berada di bawah tarif air tanah kota dan kabupaten tetangga.

“Untuk menaikkan tarif kan perlu konsultasi dulu, dan sudah disetujui Gubernur Jawa Barat. Untuk kenaikan sendiri baru sekarang, dan hanya naik tiga kali lipat atau empat kali lipat saja. Kalau tarifnya sama dengan Kota Bandung atau KBB takutnya banyak yang komplain,” kata Yunita.

Dengan kenaikan tarif tersebut, Yunita berharap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak air tanah bisa meningkat. Saat ini, dengan tarif air tanah masih Rp 500 permeterkubik, pemerintah menargetkan PAD sebesar Rp 3,5 miliar.

“Sebetulnya jelas akan meningkatkan PAD. Waktu harga Rp 500, target PAD-nya Rp 3,5 miliar, dengan realisasi pajak keseluruhan sampai 102 persen, artinya sudah melampaui target,” jelasnya.

Dari seluruh daerah di Kota Cimahi, pihaknya mendata ada 168 wajib pajak dengan 400 sumur. Pemilik sumur air tanah kebanyakan industri yang berada di kawasan Cimahi bagian selatan.

Yunita menyebutkan jika klasifikasi air tanah adalah air dari sumur dengan kedalaman lebih dari 100 meter. Sedangkan rata-rata sumur yang dimiliki warga kedalamannya kurang dari 100 meter, sehingga diklasifikasikan sebagai air permukaan.

“Pemiliknya didominasi pabrik. Satu pabrik ada yang punya 2 sampai 3 sumur. Memang harus diakui kalau masih banyak kecurangan, misalnya ada yang punya 5 sumur hanya mengaku 2 sumur. Sisanya kan jadi lost provit. Kalau kewenangan menindak dan mendata kan ada di SKPD lain, kalau Bappenda hanya memungut pajaknya saja,” pungkasnya. (ziz/yan).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan