Penambahan Kursi DPR Tidak Menjamin Peningkatan Kinerja  

jabarekspres.com, JAKARTA – Usul penambahan kursi DPR mengundang banyak reaksi negatif. Sebab, jika merujuk pengalaman-pengalaman sebelumnya, penambahan kursi wakil rakyat tidak berbanding lurus dengan kenaikan kinerja. Sebaliknya, yang terjadi adalah pembengkakan anggaran.

Ketua Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, merunut kajiannya, penambahan anggota DPR sudah dilakukan empat kali. Dari yang awalnya hanya 260 orang kini membengkak menjadi 560 orang. Sayangnya, penambahan tersebut tidak berdampak pada kualitas kinerja.

”Misalnya, jika dikaitkan dengan penyelesaian prolegnas (program legislasi nasional). Sejak dulu ya hanya terpenuhi 10 persen setiap tahun,” ujarnya di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta, kemarin.

Demikian juga halnya dengan tahun ini, di antara 51 prolegnas 2017, baru tiga yang diselesaikan. Yakni, UU Pengesahan Persetujuan Pemerintah RI-Filipina tentang ZOE 2014, UU Sistem Perbukuan, dan UU Pemajuan Kebudayaan. Padahal, 2017 hampir memasuki tengah tahun.

Jika jumlah anggota DPR bertambah, ada peluang pengambilan keputusan semakin lama. Karena itu, Feri meminta pemerintah dan Pansus RUU Pemilu tidak memaksakan diri melakukan penambahan. Sebagai gantinya, cukup melakukan redestribusi ulang jumlah anggota di setiap daerah pemilihannya. ”Untuk daerah otonomi baru, cukup ambil dari daerah induknya. Yang kurang, ambil dari daerah yang berlebih,” terangnya.

Berdasar asas proporsionalitas, lanjut dia, ada daerah yang secara hitung-hitungan berlebih. Misalnya, dapil Sulawesi Selatan semestinya mendapat jatah 19, tetapi saat ini memiliki 25 kursi. Lalu, dapil Sumatera Barat yang seharusnya 11 kursi kini memiliki 14 kursi. Kelebihan tersebut bisa diberikan ke daerah yang kurang, seperti Kepulauan Riau.

Direktur Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengungkapkan, penambahan jumlah kursi anggota dewan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Jika usulan 19 kursi tambahan disetujui, misalnya, dalam setahun ada tambahan gaji Rp 14 miliar.

”Belum lagi ditambah dana reses dan dana aspirasi hingga Rp 2 miliar per anggotanya. Penambahan staf masing-masing lima orang hingga uang mobil Rp 150 juta per anggota,” terangnya.

Ironisnya, penambahan tersebut justru terjadi saat negara tengah menggenjot program penghematan. ”Daerah diminta hemat, pemerintah pusat semestinya memberikan contoh,” tuturnya.

 

Tinggalkan Balasan