Namun, menurut Dede, antusiasme penonton yang larut dalam musik dan cerita menjadi pembayar lunas atas proses latihan panjang yang dijalani. “Ini adalah evolusi penting bagi perjalanan artistik Teater Prabu,” tambahnya.
Dari sisi akademik, perwakilan FISIB Universitas Pakuan, Ari Afriyansyah, menekankan pentingnya kolaborasi antara kampus dan praktisi seni. Ia menilai keterlibatan perguruan tinggi dalam produksi ini membuktikan bahwa keilmuan dapat diterapkan langsung untuk memajukan ekosistem seni daerah.
“Kolaborasi ini menunjukkan peran aktif FISIB Universitas Pakuan dalam pemajuan kebudayaan. Kami tidak hanya menjadi pengamat, tetapi terlibat langsung dalam proses produksi, mulai dari bedah naskah hingga manajemen pertunjukan,” jelasnya.
Baca Juga:Dorong Hilirisasi Gas Bumi, PGN Tingkatkan Pemanfaatan Jadi Produk Bernilai TinggiWacana Pilkada Lewat DPRD, Bupati Bandung Pilih Irit Bicara
Ari juga menilai kehadiran elemen opera dalam “K’Clak” membuktikan bahwa dengan pengelolaan yang tepat, teater lokal mampu menghadirkan karya inovatif berkelas. “Kami bangga menjadi bagian dari proses kreatif yang mendapat sambutan hangat dari publik Cianjur,” tegasnya.
Secara tematik, “K’Clak” mengangkat isu krusial tentang krisis air dan konflik kemanusiaan. Balutan musik yang dramatis memperkuat pesan tentang perebutan sumber kehidupan, menghadirkan pengalaman emosional yang mendalam bagi ratusan penonton yang memadati Gedung Kesenian Cianjur.
Sebagai informasi, Program Inovasi Seni Nusantara (PISN) merupakan skema pendanaan kompetitif dari Kemendiktisaintek yang mendorong lahirnya inovasi di bidang seni dan budaya. Pada 2025, FISIB Universitas Pakuan memanfaatkan program ini untuk mengembangkan model pertunjukan hibrida teater-opera bersama Teater Prabu.
