JABAR EKSPRES – Panggung Gedung Kesenian Cianjur menghadirkan warna baru dalam dunia seni pertunjukan melalui pementasan teater “K’Clak”, Sabtu, 13 Desember 2025.
Karya Resa L. Mahardhika ini tampil sebagai sebuah terobosan estetik dengan konsep yang segar, berani, dan menantang pakem teater konvensional.
Pertunjukan tersebut merupakan hasil kolaborasi antara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Pakuan dan Teater Prabu. Proyek ini mendapat dukungan penuh dari Hibah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) melalui Program Inovasi Seni Nusantara (BIMA PISN) 2025.
Baca Juga:Dorong Hilirisasi Gas Bumi, PGN Tingkatkan Pemanfaatan Jadi Produk Bernilai TinggiWacana Pilkada Lewat DPRD, Bupati Bandung Pilih Irit Bicara
Berbeda dari pementasan teater pada umumnya, “K’Clak” mengusung format hibrida dengan memadukan seni peran dan musik opera. Musik tidak hanya menjadi pengiring, tetapi berfungsi sebagai elemen naratif yang menyatu dengan alur cerita. Pendekatan ini diperkuat melalui penulisan libretto, pengelolaan vokal yang disiplin, serta manajemen artistik yang terintegrasi.
Ketua Tim Hibah PISN 2025, Dipo Krisyudhi Ono, menjelaskan bahwa hibah tahun ini diarahkan pada eksperimen artistik yang terukur dan berbasis riset. Tantangan utama, menurutnya, adalah menyatukan dua disiplin seni dengan karakter berbeda ke dalam satu pertunjukan yang utuh.
“Melalui hibah BIMA PISN 2025, kami melakukan riset dan praktik untuk menyuntikkan elemen opera ke dalam teater. Fokusnya agar naskah ‘K’Clak’ dapat berbicara bukan hanya lewat dialog, tetapi juga melalui komposisi musikal yang membangun narasi,” ujar Dipo, Rabu (17/12).
Ia menambahkan, penguatan manajemen vokal dan penulisan libretto memungkinkan emosi aktor tersampaikan secara simultan melalui nyanyian dan akting. “Ini adalah upaya menaikkan standar manajemen artistik teater komunitas ke level yang lebih tinggi,” katanya.
Pementasan “K’Clak” digelar dalam tiga sesi maraton pada pukul 08.00, 10.30, dan 13.30 WIB, yang menuntut stamina serta konsentrasi tinggi dari para pemain. Ketua Teater Prabu, Dede Muchlis, mengakui bahwa konsep hibrida ini menjadi tantangan sekaligus pengalaman baru bagi para aktor.
“Membawakan naskah Kang Resa yang sudah kuat, lalu dipadukan dengan beban artistik bergaya opera, adalah pengalaman luar biasa. Kami harus menjaga stabilitas vokal dan emosi di tiga sesi tanpa jeda panjang,” ungkapnya.
