JABAR EKSPRES – Penolakan warga dan pekerja Terminal Cicaheum terhadap rencana perubahan fungsi terminal menjadi depo Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya terus bergulir. Sejumlah spanduk penolakan terpasang di area terminal, mulai dari jembatan penyeberangan orang, warung, hingga loket-loket bus.
Kepala Terminal Cicaheum, Asep Supriadi, menyebut situasi lapangan sejauh ini terkendali. “Alhamdulillah untuk saat ini kondusif. Gak ada apa-apa. Cuma penolakan-penolakan aja. Lewat banner–banner ya. Berlewat spanduk. Alhamdulillah masih kondusif,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Asep mengatakan, penolakan muncul karena kekhawatiran warga terminal kehilangan sumber pendapatan. “Para penduduk takut kehilangan mata pencaharian, para penduduk pedagang, para penduduk perusahaan sendiri, para penduduk kendaraan. Terutama untuk elf,” katanya.
Baca Juga:Warga Terminal Cicaheum Tolak Rencana Perubahan Fungsi Menjadi Depo BRTPerketat Pengawasan, 8 Bus di Terminal Cicaheum Tak Lolos Uji Kelayakan
Asep menjelaskan, Terminal Cicaheum tidak ditutup, melainkan dialihfungsikan sebagai depo pengisian dan area transit BRT.
“Jadi untuk terminal sendiri, ini akan dipergunakan untuk depo ya. Jadi bukan ditutup, bukan penutupan. Pengalihan transportasi yang tadinya melayani AKAP AKD, Terminal, sekarang dipakai pengisian depo BRT, transit,” ujarnya.
Dia menambahkan, layanan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) akan dialihkan ke Terminal Leuwipanjang.
“Untuk armada-armada bis yang melayani antar kota-antar provinsi, antar kota dalam provinsi. Itu semua dipindahkan ke Terminal Leuwipanjang,” kata Asep.
Setiap hari, terminal ini memberangkatkan 85-100 armada. “Bisa mencapai 100 unit yang beroperasi setiap hari,” ujarnya.
Namun Asep mengakui belum ada sosialisasi resmi soal waktu pelaksanaan. “Kami belum tahu. Karena kan sini juga belum ada sosialisasi. Apakah bisa tepat waktunya saat itu apa agak mundur, saya belum tahu itu,” pungkasnya.
