Jabar Dinilai Utamakan Proyek Popularitas Dibanding Rutilahu, Pengamat: Bedah Rumah Seperti Gimmick Politik

Pemda Dinilai Utamakan Program Popularitas Dibanding Rutilahu, Pengamat: Bedah Rumah Seperti Gimmick Politik
Kondisi Rumah Tidak Layak Huni (rutilahu) di kawasan Cihampelas, Kota Bandung, Jumat (28/11). Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
0 Komentar

Lantas dirinya menyimpulkan kemauan politik pemerintah untuk membenahi pemukiman warga masih rendah. Padahal kelompok paling rentan, kata Frans, adalah warga kampung-kampung kota yang tidak memiliki sertifikat tanah, tinggal di wilayah padat, dekat sungai, dan memiliki kerentanan ekologis tinggi.

Namun perhatian terhadap kawasan ini disebutnya tidak pernah muncul dalam prioritas pembangunan kota. Dirinya mencontohkan konflik regulasi di kawasan sempadan sungai. Menurutnya, pemerintah kota, provinsi, dan pusat sering lempar tanggung jawab ketika terjadi masalah. “Begitu Kampung Pelangi cantik itu klaim pemerintah kota. Tapi begitu ada bencana, dilempar ke pemerintah pusat,” katanya.

Frans menilai model rutilahu yang dominan berupa bedah rumah hanya bersifat parsial dan tidak menyelesaikan akar masalah. “Bedah rumah kan seperti gimmick politik. Dia sistemnya parsial dan temporal,” ujarnya.

Baca Juga:Alasan Temui Berbagai Kendala, Rutilahu di Jabar Jauh dari Target!Digembar-gemborkan Jadi Prioritas, Program Rutilahu Justru Tersisih di APBD 2025

Dia mendorong pemerintah menyediakan lahan aset yang dimiliki sendiri untuk hunian layak, termasuk rusun sederhana, bukan sekadar memperbaiki rumah secara sporadis.

Namun, Frans mengingatkan agar proyek tidak mengulangi kesalahan rumah deret Tamansari yang dinilainya buruk secara desain, sosial, dan teknis. “Memindahkan warga itu bukan seperti memindahkan burung. Dia terintegrasi dengan ruang hidupnya, ruang sosialnya, ruang kerjanya,” kata Frans.

Frans pun mengkritik kecilnya anggaran rutilahu dari Pemprov Jabar. “Berarti rutilahu itu bukan skala prioritas. Karena bukan program populis, dia akan berada di level paling rendah,” ujarnya.

Menurutnya pemerintah lebih memilih proyek-proyek yang mendongkrak popularitas, seperti penataan kota, perayaan, atau pembangunan trotoar. Frans meminta pemerintah konsisten menjalankan rencana tata ruang serta menempatkan pemukiman sebagai prioritas utama.

Bandung, katanya, tidak bisa menolak urbanisasi sehingga kebutuhan hunian terus meningkat. Jika pemerintah tidak menyediakan layanan dasar, pasar properti akan dikuasai pengembang dan harga hunian makin tidak terjangkau bagi warga miskin.

Dia menekankan pentingnya kembali menyisir aset pemerintah untuk dijadikan lahan pemukiman murah. “Kenapa nggak di-takeover oleh pemerintah? Dibangunlah rusunawa di sana,” ujarnya.

Frans pun memperingati bahwa kedekatan pemerintah dengan pengembang harus dibatasi. “Dalam konteks penyediaan fasilitas publik dan kepentingan publik, itu harus dibatasi,” pungkasnya. (zar)

0 Komentar