JABAR EKSPRES – Kelestarian seni reog Sunda di Kabupaten Bandung Barat (KBB) berada pada titik kritis. Dalam satu dekade terakhir, jumlah kelompok reog menyusut drastis hingga hanya tersisa sembilan grup aktif dari puluhan yang dulu pernah hidup di berbagai kecamatan. Penurunan tajam itu diakui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) KBB.
Kepala Bidang Kebudayaan, Hernandi Tismara, menyebutkan bahwa penyusutan terjadi secara konsisten sejak sepuluh tahun terakhir.
“Dulu hampir setiap kecamatan punya grup reog. Sekarang hanya sembilan yang benar-benar masih bergerak,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (28/11/2025).
Baca Juga:Misi Kebangkitan Persib Dimulai di Madura: Tiga Poin Harga Mati!Habis Sudah Kesabaran Bojan Hodak, Beberapa Pemain Persib Bakal Didepak!
Ia menambahkan, meski kondisinya berat, munculnya minat dari sejumlah anak muda menjadi titik terang bagi keberlanjutan seni tradisi tersebut.
Menurut Hernandi, bubarnya banyak grup reog terutama disebabkan kurangnya regenerasi. Kelompok yang bertahan pun terus berjuang karena semakin sedikit warga yang memesan pertunjukan.
“Saat permintaan tampil menurun, otomatis aktivitas latihan dan produksi juga ikut melemah,” katanya.
Adapun sembilan grup yang masih eksis dan menjadi peserta pasanggiri reog Sunda tahun ini ialah Simpay Wargi (Cipongkor), Kabuyutan Lembang (Lembang), Pusaka Tunggal (Rongga), Reog Borohol (Parongpong), Gentra Pancaka (Cisarua), Sinar Lestari (Ngamprah), Pancanaka (Batujajar), dan Gending Lestari (Cililin).
Untuk mencegah reog semakin terpinggirkan, Disparbud menggelar pasanggiri reog Sunda yang diharapkan menjadi wadah pembinaan dan ruang tampil bagi para pelaku seni.
“Pasanggiri ini bukan sekadar lomba. Ini impuls untuk menghidupkan kembali ekosistem kesenian tradisional melalui kolaborasi antara pemerintah, pelaku seni, dan masyarakat,” ucap Hernandi.
Pelaku seni di tingkat akar rumput merasakan langsung peliknya kondisi tersebut. Bah Dalang Toyo, pimpinan Grup Pancanaka, menuturkan grupnya sudah tidak aktif tampil sejak 2013.
Baca Juga:Ogah Imbang, Persib Maunya Menang!Jung Sang Penyelamat! Persib Menang Dramatis 10 Pemain, Dewa United Dipaksa Pulang Tanpa Gol
“Order hampir tidak ada. Kalaupun dipanggil, bayaran paling dua juta. Padahal pemainnya bisa lebih dari sepuluh orang,” ungkapnya.
Menurutnya, biaya produksi, rias, kostum, hingga tenaga pengisi sangat tidak sebanding dengan honor yang ditawarkan.
Situasi serupa dialami para nayaga dan penabuh. Mereka dituntut menguasai banyak keterampilan dalam satu pertunjukan, namun penghargaan terhadap profesi tersebut semakin menurun.
