Sekolah Rakyat dan Jalan Keluar Kemiskinan

SEKOLAH RAKYAT
Siswa melakukan tes kesehatan mata di Sekolah Rakyat Menengah Pertama, Sentra Paramita Mataram, Desa Bengkel, Lombok Barat, NTB, Senin (14/7/2025). Berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi NTB, dua sekolah rakyat siap beroperasi tahun ini yaitu Sentra Paramita Mataram yang akan menampung sebanyak 100 siswa atau empat rombongan belajar (rombel) terdiri dari 50 laki-laki dan 50 perempuan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sekolah rakyat Eks Akper Selong Lombok Timur menampung sebanyak 125 siswa atau lima rombel, terdiri dari 65 laki-laki dan 60 perempuan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/rwa.)
0 Komentar

MATARAM – Di banyak wilayah Indonesia, kemiskinan masih hadir sebagai bayangan panjang yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Anak-anak tumbuh dalam segala keterbatasan, berjuang di tengah minimnya akses pendidikan, dan kemudian memasuki usia dewasa, tanpa bekal yang memadai untuk memutus lingkaran yang membelenggu keluarga mereka selama puluhan tahun.

Pola ini tak hanya tampak di kota-kota besar atau daerah terpencil, tetapi juga di kawasan yang sedang bertumbuh, tempat pembangunan fisik sering kali berlari lebih cepat daripada pembangunan manusianya.

Baca Juga:Memutus Siklus Perundungan di SekolahMenangkal Perundungan Anak di Ruang Digital

Ketika akses pendidikan tidak merata, peluang untuk mobilitas sosial ikut mengecil, dan jurang kesenjangan semakin melebar.

Kondisi tersebut terlihat jelas di Nusa Tenggara Barat (NTB), provinsi yang masih menghadapi tantangan kemiskinan cukup tinggi, meski akhir-akhir ini menunjukkan perbaikan peringkat secara nasional.

Banyak rumah tangga di berbagai dusun masih bertumpu pada bantuan sosial, sementara akses pendidikan yang berkualitas belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Dalam konteks inilah gagasan Sekolah Rakyat hadir sebagai angin segar. Program ini menempatkan pendidikan sebagai jalan utama untuk memutus rantai kemiskinan ekstrem, terutama bagi anak-anak yang berada di desil satu dan dua.

Dengan pendekatan berasrama, integrasi pembinaan karakter, serta jaminan kebutuhan dasar, Sekolah Rakyat menawarkan kesempatan nyata bagi mereka yang selama ini berada di pinggir peluang.

Di NTB, beberapa sekolah rintisan telah mulai berjalan, dan pembangunan fasilitas permanen tengah dipacu. Namun seiring upaya percepatan tersebut, berbagai kendala muncul, mulai dari ketersediaan lahan di daerah perkotaan, hingga sarana-prasarana yang belum merata.

Semua itu menunjukkan perlunya evaluasi lebih mendalam agar program ini benar-benar menjawab tantangan akar dan memberi dampak jangka panjang bagi anak-anak NTB.

Hambatan

Baca Juga:Jangan Tunda Menjaga Kesehatan MentalAyo Lengkapi Imunisasi Bayi

Gagasan Sekolah Rakyat dari Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka, dengan fasilitas gratis berasrama untuk anak-anak keluarga miskin, termasuk di NTB, bukan semata proyek pendidikan. Ia juga membawa dimensi sosial yang lebih luas karena menyentuh inti dari persoalan kemiskinan ekstrem.

Sekolah Rakyat menawarkan pola baru yang tidak hanya memberi akses ruang belajar, tetapi juga asrama, makanan bergizi, pendampingan, serta lingkungan terkontrol yang dirancang untuk memperbaiki kualitas hidup secara menyeluruh.

0 Komentar