JABAR EKSPRES — Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena game online bertema perang telah menjadi semakin populer di kalangan remaja. Namun, dampaknya terhadap perilaku remaja, khususnya dalam konteks reaksi terhadap bullying, menjadi sorotan sejumlah psikolog. Tim psikologi dari PT Martasandy Psychology Indonesia, Zahraini Rahma Fatimah dan Billy Martasandy, memberikan penjelasan mengenai kemungkinan dampak paparan game tersebut terhadap remaja yang mengalami bullying.
Menurut Zahraini Rahma Fatimah, game online yang berfokus pada tema perang dan kekerasan dapat memiliki pengaruh ganda terhadap pola pikir dan perilaku remaja. Di satu sisi, game ini dapat meningkatkan kemampuan kognitif, strategi berpikir, serta kemampuan bekerja sama dalam tim. Namun, di sisi lain, jika dimainkan dengan intensitas yang tinggi tanpa adanya pengawasan dan kontrol diri, game jenis ini bisa memicu perilaku impulsif dan penurunan empati.
“Jika seorang remaja sudah terbiasa bermain game perang yang penuh dengan kekerasan, ini bisa mengaburkan batasan antara dunia nyata dan dunia virtual. Dalam situasi seperti bullying, remaja mungkin mulai melihat kekerasan sebagai solusi atau pembalasan yang sah,” jelas Zahraini.
Baca Juga:Momentum Hari Pahlawan, Billy Martasandy Ajak Generasi Muda Jadi Pejuang di Era ModernPembangunan PLTA Upper Cisokan Dipastikan Sesuai Aturan dan Bawa Manfaat bagi Masyarakat
Lebih lanjut, Zahraini menambahkan bahwa paparan game kekerasan bisa memperkuat kecenderungan agresif yang sudah ada dalam diri seseorang, terutama jika mereka sedang mengalami frustrasi atau tekanan emosional, seperti yang sering dialami oleh korban bullying.
“Game bisa berfungsi sebagai pelampiasan bagi emosi negatif, dan dalam beberapa kasus, remaja yang sedang tertekan bisa saja memandang kekerasan dalam game sebagai cara untuk membalas perlakuan buruk yang mereka terima,” ujar Zahraini.
Namun, Zahraini menegaskan bahwa hubungan antara game kekerasan dan perilaku agresif tidak bersifat langsung. Game lebih berperan sebagai faktor pendukung yang memperburuk kecenderungan agresif yang sudah ada, bukan sebagai pemicu utama. Paparan kekerasan dalam game, kata Zahraini, akan lebih berpengaruh jika remaja juga dibesarkan dalam lingkungan yang tidak sehat atau tidak mendapatkan pengawasan yang cukup.
“Game kekerasan sendiri tidak otomatis membuat seseorang menjadi agresif. Tetapi, jika seseorang sudah berada dalam lingkungan yang penuh kekerasan, baik di rumah atau sekolah, game bisa memperkuat perilaku destruktif yang sudah ada.” ungkapnya
