Sumber Penghidupan Bagi 16 Juta Orang, Industri Sawit Dinilai Masih Jadi Andalan Perekonomian Nasional 

Sumber Penghidupan Bagi 16 Juta Orang, Industri Sawit Dinilai Masih Jadi Andalan Perekonomian Nasional 
Ilustrasi dua mobil truk tengah membawa kelapa sawit. (Foto: ANTARA)
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Menjadi komoditas ekspor utama, industri sawit dinilai memiliki peran besar dalam perekonomian Indonesia.

Bahkan, sawit juga menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 16 juta orang mulai dari petani, pekerja perkebunan hingga pelaku usaha turunannya.

“Indonesia memiliki sekitar 16,38 juta hektare lahan sawit, di mana 53 persen dikelola swasta, enam persen oleh BUMN dan sisanya sekitar 41 persen petani swadaya,” ungkap Staf Ahli Bidang Konektivitas dan Pengembangan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera, dikutip dari ANTARA, Rabu (5/11).

Baca Juga:Jelang Libur Panjang Nataru 2025, Menteri PU Pastikan Berikan Diskon Tarif Tol Bagi Masyarakat Ciptakan 858 Inovasi, Jawa Tengah Masuk Nominator IGA 2025 Kategori Provinsi Sangat Inovatif

Menurutnya, produktivitas sawit di Indonesia masih bisa ditingkatkan. Saat ini, rata-rata produksi masih di bawah empat ton per hectare. Sedangkan perusahaan besar mampu mencapai 10-12 ton per hektare.

“Melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), produktivitas diharapkan bisa naik dua hingga tiga kali lipat dalam empat tahun ke depan,” katanya.

Dida juga mengatakan, keunggulan utama sawit dibandingkan minyak nabati lainnya seperti bunga matahari atau rapeseed terletak pada produktivitasnya yang mencapai empat kali lipat.

“Sawit adalah komoditas dengan produktivitas lahan terbaik di dunia dan menjadi pilihan paling berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati global,” ujarnya.

Pemerintah memperkuat kebijakan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2025, sertifikasi ISPO kini mencakup seluruh rantai industri, dari perkebunan hingga sektor hilir.

“ISPO ini bersifat wajib. Bagi perkebunan kecil, sertifikasi akan diberikan masa transisi empat tahun dengan biaya yang seluruhnya ditanggung pemerintah,” ucap Dida.

Selain untuk keberlanjutan, pemerintah juga mengembangkan sistem informasi ISPO untuk memastikan keterlacakan dan transparansi data lahan.

Baca Juga:Bersinergi Bangun Kota Hijau dan Berkelanjutan, Jepang Tertarik Tanam Modal di IKN Strategi Diplomasi Ekonomi, Indonesia Optimis Ekspor Komoditas Unggulan ke AS Bisa Bebas Tarif

Dengan adanya sistem tersebut, setiap lahan yang tersertifikasi ISPO bisa diverifikasi bersih dari kawasan hutan dan tidak tumpeng tindih.

Ia melanjutkan, bahwa pengembangan biofuel, biogas, dann produk turunan non-pangan dari sawit juga menjadi peluang besar menuju ekonomi hijau.

Kini, terdapat sekitar 200 produk turunan sawit yang dikomersialkan, mulai dari kosmetik hingga biovatur. Bahkan, 40 persen kandungan biodiesel yang digunakan masyarakat berasal dari sawit.

0 Komentar