Cerita Syarifulloh, Pedagang Es Doger yang Tetap Berjuang di Tengah Banjir Dayeuhkolot

Cerita Syarifulloh, Pedagang Es Doger yang Tetap Berjuang di Tengah Banjir Dayeuhkolot
Cerita Syarifulloh, Pedagang Es Doger yang Tetap Berjuang di Tengah Banjir Dayeuhkolot: Kalau Air Naik, Ya Libur Jualan. Foto agi
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Siang itu, genangan air setinggi lutut orang dewasa menutupi sebagian Jalan Raya Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung pada Senin (3/11/2025).

Di antara deretan kendaraan yang melambat, seorang pria paruh baya tampak mendorong gerobak es doger perlahan, memastikan rodanya tidak terseret arus.

Namanya Syarifulloh (57), pedagang es doger asal Baleendah yang setiap hari melintas di jalur itu untuk mencari rezeki.

Baca Juga:Banjir Semarang Mulai Mengering, Upaya Penanganan Terus BerlanjutCimahi Siaga Cuaca Ekstrem, BPBD Terapkan Sistem Jaga 24 Jam Hadapi Ancaman Banjir dan Longsor

“Kalau banjir segini mah masih bisa lewat, tapi kalau parah ya libur aja. Soalnya roda gerobak bisa ngambang, takut kebalik,” katanya sambil tertawa kecil, meski wajahnya tampak lelah.

Syarifulloh sudah puluhan tahun berjualan es doger keliling dari daerah Mulyasari, Baleendah hingga pabrik-pabrik di Dayeuhkolot.

Ia biasa mulai berjualan pukul sembilan pagi hingga sore hari, menawarkan segelas es doger seharga lima ribu rupiah kepada para pekerja dan warga sekitar.

Namun, banjir yang kerap datang beberapa waktu terakhir membuat langkahnya tak lagi semudah dulu.

“Kalau hujan deras dari malam, pasti udah kebayang. Besoknya banjir. Jadi harus liat-liat kondisi dulu, kalau air besar ya gak jualan. Kalau kecil masih bisa disebrangi,” ujarnya.

Setiap kali banjir datang, penghasilannya langsung menurun drastis. Biasanya ia bisa membawa pulang sekitar Rp600 ribu per hari. Tapi saat jalan tergenang, hasilnya merosot tajam.

“Kalau banjir gini mah paling cuma seratus atau dua ratus ribu. Jelas berpengaruh banget, soalnya jalan sepi, orang juga males keluar rumah,” ucapnya.

Baca Juga:Banjir Lagi, Dayeuhkolot Lumpuh! Warga: Sudah Capek, Tapi Mau Gimana Lagi? Wapres Gibran Apresiasi Sinergi Penanganan Banjir Kota Semarang 

Bagi Syarifulloh, banjir bukan hanya soal air yang menutup jalan, tapi juga tentang rezeki yang ikut terseret arus. Ia mengaku sering merasa khawatir, apalagi ketika musim hujan datang lebih sering dari biasanya.

“Kasian juga pedagang lain, apalagi yang sore. Banyak yang gak bisa jualan. Kita mah hidup dari harian, jadi kalau gak bisa jualan, ya gak ada pemasukan,” katanya.

Ia masih ingat betul, dulu daerah yang parah banjir justru bukan Dayeuhkolot, melainkan Andir Baleendah.

“Sekarang kebalik. Dulu saya lewat sini aman-aman aja, gak pernah banjir. Sekarang malah yang paling parah di sini,” tuturnya sambil menggeleng pelan.

0 Komentar