Dewan Desak Stop SPPG MBG Tanpa SLHS Beroperasi di Kota Bandung

SPPG MBG
Anggota Komisi IV DPRD Kota Bandung, Heri Hermawan mendesak stop beroperasi dapur SPPG Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). 
0 Komentar

BANDUNG – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang diharapkan menjadi solusi utama dalam mengatasi masalah gizi siswa justru berpotensi menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan anak-anak di Kota Bandung. Sebanyak ratusan Satuan Penyediaan Pelayanan Gizi (SPPG) MBG, yang bertugas menyediakan makanan untuk ribuan pelajar, mayoritas belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

Ironisnya, meskipun kelayakan higienis mereka diragukan, operasional mereka tetap diizinkan berjalan, sehingga berpotensi membahayakan kesehatan siswa. Situasi ini dinilai bukan masalah sepele. “SPPG tanpa SLHS berarti dapur MBG belum memenuhi standar sanitasi untuk menyajikan makanan kepada siswa. Namun, kenyataannya, mereka sudah diberi tanggung jawab operasional. Hal ini berisiko menimbulkan dampak buruk bagi siswa, bahkan berujung pada tuntutan hukum,” tegas anggota Komisi IV DPRD Kota Bandung, Heri Hermawan, saat ditemui Jabar Ekspres di ruang kerjanya, Gedung DPRD Kota Bandung, Jalan Sukabumi, Kamis (30/10).

Menurut Heri, kondisi ini seperti bom waktu yang siap meledak. “Untuk menjaga keamanan dan kepentingan bersama, operasional SPPG tanpa SLHS harus segera dihentikan. Tujuan MBG adalah memperbaiki gizi siswa, tetapi jika aspek higienis belum terjamin, program ini justru bisa memicu masalah kesehatan serius, seperti keracunan massal,” tambahnya.

Baca Juga:BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Klaim JHT Hingga Rp15 Juta Lewat Aplikasi JMOKiosk Samsat Hadir di Berbagai Lokasi Strategis, Bayar Pajak Semakin Mudah

Heri menekankan bahwa tanpa SLHS, program nasional yang ambisius ini terancam gagal total. Alih-alih mengatasi malnutrisi, program malah berpotensi menciptakan korban baru di lingkungan sekolah. Lebih lanjut, ia mengkritik kurangnya koordinasi antara DPRD dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dengan pemerintah pusat. “Program ini berasal dari pusat, sehingga daerah kurang dilibatkan secara optimal. Padahal, subjek utamanya adalah anak-anak kita di Bandung. Dinas Pendidikan, DPRD, dan lembaga sertifikasi higienis seharusnya diberi ruang koordinasi yang lebih baik. Jika terjadi keracunan, yang bertanggung jawab mengurus korban tentu daerah,” jelas Heri.

Berdasarkan data internal Komisi IV, di Kota Bandung saja, puluhan SPPG MBG beroperasi tanpa SLHS lengkap, meskipun kasus keracunan masih relatif jarang. “Ini bukan berarti aman secara permanen, terutama mengingat di daerah lain sudah banyak kasus keracunan siswa. Persiapan dari pusat harus matang, dengan koordinasi ketat ke tingkat daerah,” pungkasnya.

0 Komentar