BANDUNG – Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) sukses menjadi tuan rumah The 2nd International Symposium on Agarwood and Aromatic Plants (ISAAP) 2025. Simposium internasional ini mengusung tema “Innovating Aromatics: Science, Sustainability, Impact”.
Acara yang digelar di CRCS Hall Kampus ITB Ganesha ini, berlangsung 17-18 Oktober 2025, mempertemukan lebih dari 100 peserta dan 25 pakar dari tujuh negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Jepang, Korea Selatan, Uni Emirat Arab, dan Prancis.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan apresiasi tinggi atas penyelenggaraan ISAAP, yang dinilai sebagai langkah strategis menghubungkan riset dengan industri.
Baca Juga:SPMB 2025 Jabar Lancar, Daya Tampung Masih Jadi PRPolemik Bandung Zoo, IPRC Minta Semua Pihak Tahan Diri
Sekretaris Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan Kemendikbudristek, Junaidi Khotib, menekankan dorongan kementerian untuk hilirisasi riset tanaman aromatik seperti gaharu dan nilam.
“Ketika produktivitas ditingkatkan melalui riset dan dihilirkan, dampaknya akan lebih besar. Kami memfasilitasi dari riset hingga komersialisasi, termasuk mendekatkan peneliti dengan industri melalui teknologi dan kolaborasi,” ujar Junaedi di sela acara pembukaan, Jumat (17/10).
Ia menambahkan, potensi ekonomi tanaman ini sangat besar jika dibudidayakan secara masif, dengan program kementerian yang mendorong inovasi untuk meningkatkan nilai tambah.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB, Prof. Irwan Meilano, menyoroti peran SITH ITB sebagai pusat kolaborasi internasional. “Even ini krusial bagi akademisi dan mahasiswa untuk menyerap ilmu dari pakar mancanegara, sekaligus membangun jaringan dengan industri global yang mencari talenta terbaik,” katanya.
Irwan menambahkan, riset ini berdampak langsung pada ekonomi masyarakat, dengan kehadiran pelaku industri dari luar negeri yang aktif berburu inovasi.
Chairperson ISAAP 2025, Ahmad Faizal, mengungkapkan target simposium melampaui ilmu pengetahuan, yakni menciptakan dampak ekonomi dan keberlanjutan. “Kami hadirkan pembicara dari Jepang, Malaysia, Prancis, Korea Selatan, dan Indonesia untuk diskusi mendalam,” ucapnya.
Simposium menghadirkan lima panel diskusi utama: Konservasi dan Keberlanjutan, Keanekaragaman Hayati dan Etnobotani, Biologi Molekuler dan Bioteknologi, Kimia Tanaman Aromatik, serta Pengembangan Produk, Tren Pasar, dan Aspek Hukum. Pembicara kunci termasuk Prof. Maman Turjaman (BRIN, Indonesia), Prof. Dr. Lee Shiou Yih (Malaysia), Prof. Hikaru Seki (Jepang), Prof. Nicolas Baldovini (Prancis), Dr. Syaifullah Muhammad (Unsyiah, Indonesia), dan Dr. Husna Nugrahapraja (SITH ITB).
