Namun, pernyataan ini sekaligus memperlihatkan minimnya strategi percepatan konkret. Dengan rata-rata sertifikasi tak mencapai satu persen per tahun, penyelesaian seluruh aset bisa memakan waktu puluhan tahun jika pola kerja tak diubah.
Iskandar menegaskan Pemkot akan terus berkoordinasi dengan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) untuk mempercepat langkah, namun sejauh ini belum terlihat langkah terukur yang bisa menjawab persoalan mendasar: lemahnya pendataan, minimnya SDM ahli aset, dan rendahnya pengawasan.
“Kalau ada masalah atau kegiatan yang berkaitan, kita akan hadir sesuai dengan regulasi yang berlaku itu kewajiban kita. Untuk tindak lanjutnya nanti akan kami koordinasikan dengan BKAD,” katanya.
Baca Juga:Pangkas Dana Transfer Daerah, Pakar Unpad Peringatkan Potensi KetimpanganYayasan Kasih Palestina Siap Bangun Kembali Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza
Namun publik mulai mempertanyakan sejauh mana koordinasi tersebut benar-benar efektif. Sebab dari tahun ke tahun, data jumlah aset bersertifikat tak menunjukkan peningkatan signifikan.
Keterlambatan penyertifikatan aset bukan sekadar masalah administratif, ini soal perlindungan aset publik. Tanah-tanah pemerintah yang belum bersertifikat sangat rawan diklaim oleh pihak lain, digunakan tanpa izin, bahkan dijadikan jaminan secara ilegal.
Kasus seperti ini sudah beberapa kali terjadi di daerah lain, dan bukan tidak mungkin menimpa Bandung bila penertiban terus tertunda.
Apalagi, di tengah kondisi anggaran daerah yang terbatas, kehilangan aset bisa berdampak pada kerugian negara dan menurunkan nilai kekayaan daerah secara signifikan. (Dam)
