Kolaborasi Lintas Daerah, Cimahi Dorong Pemulihan Sungai Demi Kualitas Air Lebih Baik

Kolaborasi Lintas Daerah, Cimahi Dorong Pemulihan Sungai Demi Kualitas Air Lebih Baik
Kepala Bidang Penataan Hukum Lingkungan DLH Kota Cimahi, Ario Wibisono saat ditemui Jabar Ekspres di Ruang Kerjanya (mong)
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Persoalan kualitas air di Kota Cimahi kian mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil pemantauan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kondisi air di Cimahi masuk kategori tercemar berat akibat dominasi limbah komunal dan peternakan yang dibuang langsung ke aliran sungai.

Data Indeks Kualitas Air (IKA) menunjukkan tren penurunan signifikan. Pada tahun 2022, Cimahi mencatat skor 34,58, lebih baik dibanding Kota Bekasi dengan skor 28,39.

Namun pada 2023, nilai IKA Cimahi turun menjadi 22,5. Bahkan di tahun 2024, angkanya anjlok hingga 14,76 dengan tanda merah, menegaskan status tercemar berat.

Baca Juga:Cimahi Tanpa SDA, Mendikdasmen Dorong Optimalisasi SDM Lewat 101 Interactive Flat Panel di SekolahLawan Ancaman Digital, Pemkot Cimahi Bentuk CSIRT dan Terapkan Hal Ini

Kepala Bidang Penaatan Hukum Lingkungan DLH Kota Cimahi, Ario Wibisono, menjelaskan persoalan ini dibahas dalam forum yang digelar Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Jawa bersama sejumlah daerah sekitar pada Kamis, 21 Agustus 2025 lalu.

“Sebagaimana diketahui, yang memperburuk kualitas air di Cimahi adalah karakter wilayahnya juga,” ungkap Ario saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (22/9/2025).

Ario memaparkan, Cimahi berbeda dengan 27 kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat karena tidak memiliki mata air maupun hulu sungai.

Seluruh aliran sungai yang melintas di Cimahi bersumber dari Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan bermuara ke Sungai Citarum di Kabupaten Bandung.

“Secara nyata ada lima aliran sungai, meski lebarnya ada yang hanya dua meter. Kalau di daerah lain mungkin hanya dihitung selokan, tapi di Cimahi itu masuk kategori sungai,” jelasnya.

Kelima sungai tersebut yakni Cibeureum, Cibaligo, Cihaur, Cimahi, dan Cisangkan. Seluruhnya dipantau secara berkala tiga kali setahun untuk mengukur kualitas air dan tingkat pencemarannya.

Menurut Ario, kondisi ini membuat Cimahi tidak bisa mengendalikan sepenuhnya pencemaran karena hulu sungai berada di KBB.

Baca Juga:Cimahi Fokus Infrastruktur, Pemkot Alokasikan 30 Persen APBD 2026Cimahi Darurat Bencana, Puluhan Rumah Rusak Terendam Banjir dan Longsor

“Makanya kementerian mengundang kabupaten/kota sekitar untuk membahas masalah ini. Karena dalam penilaian, Cimahi tidak punya nilai mata air dan hulu sungai,” tambahnya.

Lebih lanjut, Ario menyoroti temuan mengejutkan pada kandungan total coliform sebagai indikator pencemaran. Di hulu Sungai Cimahi wilayah KBB, kadarnya masih ribuan atau 10 pangkat 3.

Namun ketika memasuki Cimahi, jumlahnya melonjak drastis menjadi 10 pangkat 4 hingga 10 ribu, lalu naik lagi di tengah mencapai 10 pangkat 6, bahkan di hilir tembus 10 pangkat 7.

0 Komentar