Diduga Tekanan KDM, Sayangkan Pencabutan Gugatan FKKS untuk Rombel 50 Siswa

rombel 50 siswa
Anggota Majelis Dikdasmen Bidang Penjamin Mutu, Didin Setiawan, menilai langkah FKKS mencabut gugatan mencerminkan ketidakseriusan dan memicu dugaan adanya tekanan dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi atau KDM.
0 Komentar

BANDUNG – Sejumlah pihaknya menyangkan pencabutan gugatan Forum Komunikasi Kepala Sekolah (FKKS) Jabar terhadap kebijakan rombongan belajar atau rombel 50 siswa di PTUN Bandung. Anggota Majelis Dikdasmen Bidang Penjamin Mutu, Didin Setiawan, menilai langkah FKKS mencabut gugatan mencerminkan ketidakseriusan dan memicu dugaan adanya tekanan dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM). “Kalau niat menggugat, harus tuntas. Mundur di tengah jalan terkesan tidak serius. Jika tidak serius, sejak awal jangan ajukan gugatan,” tegas Didin, Kamis (28/8).

Ia mempertanyakan apakah tuntutan FKKS telah terpenuhi atau ada konsesi di balik pencabutan. “Ada kabar ancaman pemutusan Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) jika gugatan dilanjutkan. Jika benar, ini tidak elok,” ujarnya.

Didin menyoroti gaya kepemimpinan Dedi yang dinilai anti-dialog. “Pemimpin harus melayani rakyat, bukan mengintimidasi. Beliua (Dedi Mulyadi, red) selalu menghindari bertemu langsung dengan pihak swasta, hanya mengutus Sekda. Saat demo, ia juga enggan menemui pendemo. Ini sangat tidak elok,” kritiknya.

Baca Juga:Gugatan FKKS Dicabut, Persatuan Guru NU Menduga Dedi Mulyadi Main AncamanAndre Taulany Ajak Seluruh Pekerja Indonesia Jadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan

Menurutnya, ancaman seperti itu, jika benar, merupakan kemunduran demokrasi. “Di era keterbukaan, intimidasi tidak bisa diterima. Demokrasi harus menjunjung kebebasan berpendapat dengan etika,” tegasnya.

Kebijakan rombel 50 siswa juga dikritik karena dinilai bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 47 Tahun 2023, yang menetapkan maksimal 36 siswa per rombel. “Aturan ini melanggar regulasi di atasnya. Mengajar 36 siswa saja sulit, apalagi 50. Kualitas pendidikan terancam,” ungkap Didin, yang juga pendidik.

Ia mempertanyakan klaim Dedi bahwa kebijakan ini menekan angka putus sekolah hingga lebih 46 ribu siswa dari . “Mengapa tidak melibatkan sekolah swasta? Swasta dan negeri sama-sama mendidik anak bangsa,” katanya.

Didin menilai kebijakan ini merugikan sekolah swasta, yang kehilangan siswa hingga terancam gulung tikar. “Jika tujuannya mencegah putus sekolah, mengapa tidak bekerja sama dengan swasta? Monopoli pemerintah justru mematikan sekolah swasta,” ujarnya.

Ia mendesak Dedi Mulyadi membuka dialog langsung dengan FKKS dan forum swasta lainnya serta melibatkan mereka dalam merumuskan kebijakan. “Kebijakan harus berbasis kajian akademik dan partisipasi publik, bukan memihak satu kelompok,” tegasnya.

0 Komentar