Menurut Hasanudin, terdapat empat faktor utama yang menyebabkan tingginya angka pengangguran di wilayah Bandung Barat. Pertama, ketidakseimbangan antara jumlah lapangan kerja dengan jumlah pencari kerja. Kedua, belum terbangunnya link and match antara dunia pendidikan dan dunia usaha/industri.
“Ketiga, rendahnya tingkat pendidikan penduduk, yang mayoritas hanya lulusan SMP. Keempat, minimnya alokasi anggaran dari pemerintah pusat, provinsi, maupun daerah untuk sektor ketenagakerjaan,” jelas Hasanudin.
Ia juga menyoroti ketidaksesuaian jurusan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan kebutuhan riil dunia industri. Salah satu kekurangan mencolok adalah tidak tersedianya jurusan bahasa asing, padahal keahlian tersebut sangat dibutuhkan di pasar kerja global maupun lokal.
Baca Juga:Yaris Terbalik di Rajawali Barat Usai Tabrak Motor dan Mobil, Ini Kata WargaLLDIKTI IV dan Unjani Kerja Sama Fasilitasi Dosen Tingkatkan Kualitas Publikasi Ilmiah
“Jurusan bahasa asing sangat dibutuhkan dunia kerja, tapi tidak tersedia di SMK. Ini jadi PR besar,” ujarnya.
Untuk itu, Hasanudin mendorong agar pendidikan vokasi di tingkat daerah disesuaikan kembali dengan tren dan tuntutan industri masa kini.
Ia berharap adanya kolaborasi yang lebih konkret antara pemerintah daerah, institusi pendidikan, dan pelaku usaha dalam merumuskan arah pendidikan vokasional ke depan.
“Kalau tidak disesuaikan, maka lulusan SMK akan terus bertambah, tapi dunia kerja tidak siap menampung mereka,” pungkasnya. (Wit)
Reporter: Suwitno
