Dari Kincir Bambu Jadi Energi, Mahasiswa ITB Hidupkan Sekolah di Ujung Desa Bandung Barat

Mahasiswa ITB hadirkan listrik mandiri di Desa Cintaasih, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, melalui proyek energi terbarukan bertajuk Kolecer Setrum. Dok istimewa
Mahasiswa ITB hadirkan listrik mandiri di Desa Cintaasih, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, melalui proyek energi terbarukan bertajuk Kolecer Setrum. Dok istimewa
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Sejumlah mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menghadirkan listrik mandiri ke Desa Cintaasih, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, melalui proyek energi terbarukan bertajuk Kolecer Setrum.

Proyek ini menyasar MA Anwarurrohman, satu-satunya sekolah menengah di desa tersebut, yang selama ini kekurangan pasokan listrik.

Program Kolecer Setrum merupakan bentuk pengabdian masyarakat yang digagas oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HMM ITB) dan Himpunan Mahasiswa Fisika Teknik (HMFT ITB).

Baca Juga:Narash Siswa SDN Cibabat Mandiri 1 Cimahi, ‘Kuncen’ Velodrome Cilik yang Jago BMXPersib Singgung Bonus Rp1 Miliar Tak Cair Sesuai Janji, Begini Tanggapan Sekda Jabar!

Proyek ini, diketahui berlangsung sejak November 2024 hingga Juni 2025, dipimpin oleh Muhamad Novian Akbar dan Luthfi Adi Nugraha.

Mahasiswa ini memasang sistem pembangkit listrik tenaga angin dan panel surya di lingkungan sekolah. Salah satu sumber energi berasal dari turbin angin berbasis budaya lokal warga yaitu kolecer, kincir angin bambu yang biasa dijadikan hiburan masyarakat saat angin kencang.

“Di lokasi itu kami ukur kecepatan angin, rata-rata 5 sampai 7 meter per detik. Cukup untuk menggerakkan turbin,” kata Novian, Sabtu (28/6/2025).

Selain itu, panel surya 600 watt juga dipasang di atap sekolah untuk mendukung pasokan energi, terutama saat angin tidak cukup kencang.

Sistem tersebut dilengkapi fitur Automatic Transfer Switch (ATS) yang memungkinkan perpindahan otomatis ke jaringan PLN jika daya dari turbin dan panel habis.

Menurut Novian, keterbatasan daya listrik di MA Anwarurrohman telah lama mengganggu proses belajar mengajar. Dalam beberapa kasus, siswa harus belajar dalam kondisi gelap karena daya tidak mencukupi.

“Memang kondisi di sekolah ini daya listriknya rendah. Alasan itu yang juga mendorong kami untuk melakukan sesuatu,” ujarnya.

Baca Juga:Persib Tolak Bonus dari Gubernur Jabar, Nominal Tak Sesuai JanjiJelang Piala Presiden 2025, Stadion Si Jalak Harupat Terus Dibenahi

Ia menambahkan, pihaknya melakukan observasi awal sebelum memulai program dan menemukan bahwa akses listrik yang tidak merata menjadi persoalan utama di desa tersebut.

“Dari hasil survei, persoalan listrik menjadi keluhan menahun warga. Kami putuskan untuk mendukung fasilitas pendidikan lebih dulu agar tidak terlalu bergantung pada listrik negara,” tambahnya.

Dengan daya total mencapai 1000 watt dari sistem mandiri ini, sekolah kini bisa menikmati aliran listrik yang lebih stabil. Meski membutuhkan perawatan rutin, sistem ini dinilai menjadi solusi jangka panjang.

0 Komentar