Perlu disadari bahwa dalam industri asuransi, praktik moral hazard atau kecurangan masih sering terjadi. Hal ini melibatkan seluruh elemen dalam ekosistem asuransi kesehatan. Fraud atau moral hazard tersebut bisa melibatkan rumah sakit, dokter, tenaga paramedis, apoteker, perusahaan farmasi, nasabah (pasien) sendiri, bahkan broker atau agen asuransi.
Ironisnya, perusahaan asuransi pun tidak luput dari potensi terlibat dalam praktik fraud dan overutilization, yang kemudian dikonstruksikan sebagai salah satu penyebab inflasi medis.
Selama beberapa tahun terakhir, kita terus disuguhkan dengan narasi mengenai inflasi medis, yaitu kenaikan nilai klaim asuransi kesehatan yang jauh melampaui tingkat inflasi umum, yakni mencapai sekitar 171%. Sebagian dari angka tersebut sebenarnya merupakan unsur fraud atau kecurangan yang terjadi di dalam ekosistem asuransi itu sendiri.
Baca Juga:7 HP Spek Dewa Termurah 2025 Performa Gahar, Harga BersahabatSisi Gelap Minuman Berenergi, Ternyata Menipu Banyak Konsumen
Masalahnya, praktik overutilization dan moral hazard yang melibatkan banyak pihak tersebut akhirnya justru menjadi beban bagi nasabah atau konsumen. Ini merupakan kondisi yang tidak adil. Nasabah akhirnya menanggung beban ganda.
Pukulan pertama, mereka harus membayar premi tambahan akibat inflasi medis. Pukulan kedua, kini mereka juga harus menanggung sebagian biaya klaim melalui skema copayment yang ditetapkan oleh OJK.
Dengan kebijakan baru ini, muncul pertanyaan apakah hal ini akan menurunkan minat masyarakat untuk menjadi peserta asuransi kesehatan?
Minat tersebut tidak akan menurun secara signifikan. Mengapa? Karena bagi kelompok menengah ke atas, meskipun mereka merasa keberatan, mereka tetap akan mempertahankan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan komersial. Pilihan mereka sangat terbatas, karena alternatifnya adalah migrasi ke BPJS Kesehatan.
Meski BPJS Kesehatan telah mengalami banyak perbaikan layanan dalam beberapa tahun terakhir, perubahan sistem ke Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) belum tentu menjamin peningkatan mutu layanan. Oleh karena itu, kelompok menengah ke atas kemungkinan kecil untuk beralih ke BPJS karena khawatir kualitas layanan akan menurun.
Sebaliknya, bagi masyarakat kalangan bawah yang selama ini telah menggunakan BPJS, asuransi kesehatan komersial dianggap terlalu mahal dan tidak terjangkau. Dengan adanya skema copayment, beban finansial mereka justru akan bertambah jika beralih ke asuransi komersial. Maka dari itu, BPJS tetap menjadi pilihan utama dan satu-satunya yang realistis bagi mereka.
