JABAR EKSPRES – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memperkuat hubungan bilateral dengan Swiss, terutama dalam bidang ketenagakerjaan yang menyasar generasi muda, sektor hijau, serta kelompok rentan seperti penyandang disabilitas.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyatakan bahwa kerja sama ini ditujukan untuk memberikan dampak nyata dan afirmatif, khususnya bagi penyandang disabilitas yang kerap mengalami kesulitan dalam memasuki dunia kerja. Tujuannya adalah menciptakan akses ekonomi yang lebih inklusif dan mendukung kemandirian mereka.
“Kami ingin memastikan bahwa kerja sama ini dapat memberi dampak dan afirmasi langsung, khususnya bagi penyandang disabilitas yang kerap menghadapi hambatan dalam dunia kerja, sekaligus bertujuan pada akses yang inklusif pada kemandirian ekonomi,” ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli.
Baca Juga:China dan AS Capai Kesepakatan Awal dalam Perundingan Dagang di London11 Tanaman Pot yang Cocok untuk Mempercantik Ruang Tamu
Dalam pertemuan bilateral yang berlangsung di sela-sela Konferensi Perburuhan Internasional ke-113 di markas PBB, Jenewa, Yassierli juga mengusulkan inisiatif digitalisasi layanan ketenagakerjaan yang inklusif.
Inisiatif tersebut meliputi peningkatan kualitas petugas pengantar kerja, penguatan sistem pembayaran upah digital, serta peningkatan akses pembiayaan bagi wirausaha muda yang dibina oleh Kemnaker.
“Termasuk peningkatan kapasitas petugas pengantar kerja, penguatan sistem pembayaran upah digital, dan perluasan akses keuangan untuk wirausaha muda binaan Kemnaker,” katanya.
Salah satu hasil konkret dari kerja sama ini adalah kelanjutan proyek Renewable Energy Skills Development (RESD) yang telah berjalan sejak 2020 di berbagai Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP), seperti di Aceh, Ambon, Lombok Timur, dan Ternate.
Proyek ini bertujuan mencetak tenaga kerja terampil di sektor energi terbarukan seperti tenaga surya, hidro, dan hibrida guna mendukung transisi energi nasional dan target pengurangan emisi karbon.
Meski demikian, program RESD masih menghadapi kendala dalam hal peralatan pelatihan dan pendanaan jangka panjang. Oleh karena itu, Indonesia berharap dukungan dari pihak Swiss untuk melanjutkan fase kedua dari program ini agar dampaknya tetap dirasakan oleh masyarakat.
Yassierli juga menyatakan ketertarikannya terhadap sistem pemagangan ala Swiss, yang terbukti efektif menghubungkan pendidikan vokasi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Sistem tersebut mengedepankan pendekatan berbasis budaya serta keterlibatan keluarga, menjadikannya inspirasi yang potensial untuk diterapkan di Indonesia.
