Antara Tanggung Jawab dan Keuntungan: Dukungan Ekonomi Hijau Dalam Menyelaraskan Lingkungan dengan Kebijakan Pemerintah

Satrio Tri Leksono
Satrio Tri Leksono
0 Komentar

Oleh: Satrio Tri Leksono

 DI tengah meningkatnya kesadaran global terhadap perubahan iklim dan pentingnya pembangunan  berkelanjutan dalam lingkup lingkungan, dunia perbankan kini mulai bertransformasi. Konsep Green Banking atau perbankan hijau sudah menjadi sorotan utama dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau. Namun, dibalik komitmen hijau tersebut, ada pula bayang-bayang Green Washing yang perlu diwaspadai.

Green Banking merujuk pada praktik perbankan yang mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan ke dalam proses bisnisnya. Hal ini mencakup pembiayaan proyek ramah lingkungan, efisiensi energi, konsevasi sumber daya alam, dan pengurangan emisi karbon dengan cara menawarkan aktivitas ekonomi seperti kredit dengan insentif, obligasi hijau atau tabungan yang ramah lingkungan.

Dengan mengarahkan dana ke sektor-sektor yang ramah lingkungan, bank dapat menjadi motor penggerak perubahan positif. Green Banking tidak hanya memberikan manfaat bagi planet ini, tapi juga menciptakan peluang investasi baru dan memperkuat daya saing sektor pertumbuhan keuangan yang nyata dalam jangka panjang.

Baca Juga:DPRD Bandung Dukung Rancanumpang Jadi Kelurahan Ramah LansiaOno Surono Dukung Sekolah Masuk Lebih Pagi

Sayangnya, seiring meningkatnya tekanan dari publik dan pemangku kepentingan agar korporasi lebih hijau, muncul praktik Green Washing. Tindakan dimana sebuah institusi mengklaim mendukung keberlanjutan lingkungan tanpa disertai tindakan nyata yang konsisten dan transparan.

Profitabilitas yang sehat dalam Green Banking tentunya hanya dapat dicapai jika komitmen terhadap keberlanjutan dilakukan secara jujur dan strategis dalam penerapannya. Karena praktik Green Washing atau pencitraan palsu dibuat seolah bank peduli dengan pembangunan lingkungan yang lebih baik padahal tidak. Dalam hal ini tentunya dapat mengancam profitabilitas perbankan, merusak reputasi, menurunkan kepercayaan investor, dan bahkan mengundang sanksi hukum.

Peran Lembaga keuangan disini harus bersedia mengungkap portofolio mereka secara terbuka, termasuk mengidentifikasi proporsi dana yang benar-benar mendukung proyek hijau. Lalu regulator seperti OJK (Otoritas Jasa Keuangan) di Indonesia juga perlu memperkuat kebijakan dan standar pelaporan terkait investasi hijau serta mendorong pengembangan Green Taxonomy sebagai acuan bersama.

Tanpa regulasi dan kesadaran yang tinggi, praktik seperti Green Washing akan terus mengancam integritas upaya Green Banking. Padahal, Green Banking bukan hanya soal tren atau citra, melainkan kebutuhan nyata di tengah krisis iklim global.

0 Komentar