Pertama: Barang yang dijual atau dibeli bukan sesuatu yang digunakan untuk menyemarakkan hari raya mereka, seperti aksesoris natal, kartu ucapan, atau desain khas natal.
Kedua: Barang tersebut bukan sesuatu yang mendukung maksiat atau menyerupai kaum lain (tasyabbuh), seperti lonceng, petasan, kembang api, atau terompet yang menjadi simbol perayaan mereka.
Kedua syarat ini telah dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid hafizhahullah dalam situs Islam Question and Answer.
Allah Ta’ala telah memberikan panduan kepada kita dalam firman-Nya,
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.” (Q.S. Al-Ma’idah: 2)
Jual beli yang mendukung perayaan agama lain atau kemaksiatan jelas termasuk dalam kategori saling membantu dalam dosa dan permusuhan, maka sebagai muslim, kita harus menjauhi hal ini.
Hadirin rahimakumullah
Islam tidak memerintahkan kita untuk merayakan pergantian tahun, baik itu tahun hijriah maupun masehi. Pergantian tahun hanyalah malam-malam biasa seperti malam lainnya. Rasulullah ﷺ hanya menetapkan dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Merayakan tahun baru masehi dengan alasan apa pun, termasuk zikir dan doa, tetap tidak dianjurkan. Hal ini karena tahun masehi bukanlah bagian dari syariat Islam.
Perayaannya sering kali disertai berbagai kerusakan, seperti:
Pertama:
Tasyabbuh: Mengikuti tradisi kaum lain, seperti meniup terompet (tradisi Yahudi), lonceng (simbol Nasrani), atau menyalakan api dalam pengkhususan hari tertentu (kebiasaan Majusi). Rasulullah ﷺ memerintahkan kita untuk menyelisihi mereka.
Kedua:
Kelalaian dalam ibadah: Banyak orang terlambat atau bahkan meninggalkan shalat subuh setelah merayakan tahun baru. Fenomena ini berulang setiap tahunnya.
Ketiga:
Kerusakan moral: Musik, aurat diumbar, pergaulan bebas, bahkan hingga pada pelecehan seksual dan perbuatan zina, minum miras, tawuran, kemaksiatan dan kriminal lainnya, na’udzubillah min dzalik.
Keempat:
Pemborosan harta: Uang dihabiskan untuk pesta pora tanpa manfaat, baik untuk dunia maupun akhirat.
Kelima:
Penyia-nyiaan waktu: Waktu yang semestinya dimanfaatkan untuk kebaikan justru digunakan untuk hal sia-sia.