JABAR EKSPRES – Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A), Kabupaten Bandung Barat (KBB) mendapat laporan kasus eksploitasi anak disertai kekerasan yang terjadi di wilayah Kecamatan Cipatat.
Kasus eksploitasi anak disertai kekerasan tersebut dialami oleh AB (13) dan AD (7) yang merupakan kakak beradik.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) DP2KBP3A KBB, Rini Haryani mengatakan, kakak beradik itu dipaksa menghasilkan uang oleh ayah tirinya.
“Kakak beradik ini disuruh mengemis oleh ayah tirinya. Bahkan, ibu kedua anak itu yang merupakan istri pelaku juga mengalami hal serupa sampai mengalami depresi,” ungkap Rini saat dihubungi, Jumat (13/12/2024).
Seusai mendapatkan laporan, dikatakan Rini, petugas lapangan DP2KBP3A Bandung Barat langsung melakukan pengecekan ke lokasi dan menemui korban.
Hasilnya, lanjut dia, korban tinggal disebuah rumah yang tidak layak huni. Mereka hidup berempat, yaitu ayah yang merupakan pelaku eksploitasi anak disertai kekerasan, ibu serta AB dan AD.
“Kami langsung menggali informasi kenapa mereka disuruh mengemis. Selain itu petugas lapangan pun meminta keterangan dari warga sekitar bagaimana aktivitas keseharian mereka,” katanya.
Menurut Rini, berdasarkan keterangan dari tetangga pelaku, ayah tiri AB dan AD merupakan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan sempat dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat Cisarua.
Selain itu, faktor ekonomi juga diduga menjadi faktor yang bersangkutan melakukan tindakan tersebut terhadap keluarganya.
“Saya dengar si bapaknya orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Karena berdasarkan keterangan dari warga sekitar si bapaknya sudah pernah di rawat di RSJ Cisarua. Namun karena tidak ada biaya kembali dipulangkan beberapa tahun lalu,” katanya.
Atas perlakuan tersebut, kedua anak ini tak berani untuk pulang ke rumah. Karena jika pulang, mereka takut dianiaya oleh ayah tirinya apalagi kalau tak menghasilkan uang.
Karena itu AB dan AD kerap bermalam dan tidur di masjid hingga di kantor polisi. Sementara ibunya mengalami gejala depresi.
“Setelah menerima laporan (PL) kita langsung meninjau ke sana. Jadi memang si anak ini gak mau pulang kadang-kadang nginap di kantor polisi, kadang di mesjid. Kami memang punya rumah aman. Tapi untuk bisa mengamankan anak-anak ini ke rumah aman harus assessment dulu,” ujarnya.