Kemkomdigi Tingkatkan Kapasitas Penyuluh Informasi Publik (PIP) untuk Mengkampanyekan Stop Judi Online

JABAR EKSPRES – Maraknya praktik judi online (judol) di berbagai kalangan menjadi perhatian serius. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), jumlah pemain judi online di Indonesia tercatat telah mencapai empat juta orang.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Digital, Hasyim Gautama, dalam pembukaan acara Peningkatan Kapasitas Penyuluh Informasi Publik Tahun 2024 bertajuk “Judol Gak Bikin Untung, Malah Buntung” di Bandung, Kamis (12/12).

“Kementerian Komunikasi dan Digital berkomitmen memberantas judi online melalui pemblokiran konten ilegal dan peningkatan literasi digital. Ini menjadi salah satu prioritas utama kami,” ujar Hasyim.

Ia menambahkan bahwa selain memberantas judi online, pihaknya juga fokus pada pinjaman online ilegal yang banyak merugikan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pendekatan simultan antara penegakan hukum dan edukasi publik.

“Penyuluh Informasi Publik (PIP) sebagai mitra pemerintah memegang peran penting dalam melakukan kampanye stop judi online kepada masyarakat melalui kegiatan rutin penyuluhan tatap muka,” jelasnya.

Hasyim berharap diseminasi informasi yang dilakukan oleh PIP mampu membangun kesadaran kolektif untuk melawan aktivitas judi online sekaligus meningkatkan kepekaan untuk melaporkan konten atau aktivitas mencurigakan yang terkait perjudian.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menkomdigi Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya, Wijaya Kusumawardhana, menegaskan bahwa segala pertaruhan yang melibatkan uang dapat dikategorikan sebagai judi. Sedangkan judi online menurutnya melibatkan taruhan uang dan berlangsung melalui jaringan internet.

“Pelaku judi online ini mulai dari usia di bawah 10 tahun hingga di atas 60 tahun, jumlahnya sangat marak dan korbannya makin lama makin banyak, inilah yang perlu kita cegah dan hindari,” katanya.

Menurut Wijaya faktor ekonomi, waktu senggang, dan budaya konsumtif menjadi pemicu utama maraknya judi online. “Banyak yang tergiur easy money atau uang yang didapat dengan mudah. Namun mereka lupa justru di awal mereka untung, belakangnya buntung,” tegasnya.

Kerugian dari judi online tidak hanya berupa kerusakan ekonomi, tetapi juga sosial dan kesehatan mental. Oleh karena itu, Wijaya mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan produktif dan bermanfaat.

Tinggalkan Balasan