JABAR EKSPRES – Empat provinsi yakni Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Provinsi Papua Pegunungan, Provinsi Papua Selatan dan Provinsi Papua Barat. Belum menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2025.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (12/12).
“Tercatat di kami bahwa 34 Provinsi yang sudah menetapkan UMP 2025, yang belum menetapkan ada empat provinsi yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Provinsi Papua Pegunungan, Provinsi Papua Selatan dan Provinsi Papua Barat,” ujarnya.
BACA JUGA:3 Aplikasi Penghasil Uang Tercepat, Cair Hingga Rp500.000 Ke Penggunanya
Sementara itu, berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan RI Nomor 16 Tahun 2024 Tentang Penetapan Upah Minimum 2025, batas pengumuman UMP paling lambat dilakukan Rabu (11/12).
“Upah Minimum provinsi tahun 2025 dan Upah Minimum sektoral provinsi tahun 2025 ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diumumkan paling kambat tanggal 11 Desember 2024,” sebagaimana dikutip dari Bab IV Pasal 10 Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 Tentang Penetapan Upah Minimum 2025.
Lebih lanjut, kata dia, 23 dari 34 provinsi telah menetapkan upah minimum sektoral provinsi (UMSP). Sedangkan 11 provinsi lainnya meliputi Bengkulu, Lampung, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Barat serta Papua Tengah, menetapkan UMSP 2025.
BACA JUGA:Bocoran Spesifikasi Samsung Galaxy S25 Ultra, Agak Mengecewakan?
Sebelumnya, pada Jumat (29/11) Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan rata-rata upah minimum nasional sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025.
Adapun kenaikan tersebut lebih besar 0,5 persen dari usulan Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli. Keputusan ini ditetapkan setelah rapat terbatas yang membahas upah minimum sebagai jaring pengaman sosial bagi pekerja.
Prabowo menjelaskan, keputusan final diambil setelah diskusi mendalam. Termasuk dengan para pimpinan buruh.
Selain itu, presiden ke-8 Republik Indonesia itu menekankan bahwa penetapan ini bertujuan meningkatkan daya beli pekerja sambil tetap menjaga daya saing usaha.