JABAR EKSPRES – Profesor & Wakil Direktur, Pusat Hukum Indonesia, Islam dan Masyarakat, Universitas Melborne Nadirsyah Hosen Mengingatkan Pentingnya Ketepatan Sasaran Dalam Gerakan Boikot Terhadap Produk Israel.
Gus Nadirsyah sapaannya mengatakan, masyarakat diminta lebih bijaksana ketika mengetahui suatu produk terafiliasi Israel. Jangan sampai karena emosi sesaat, maka melakukan aksi boikot yang justru merugikan perusahaan.
Terlebih, ada faktor perekonomian yang juga perlu diperhatikan dalam gerakan boikot ini.
“Kita prinsipnya oke memboikot tetapi jangan sampai salah sasaran. MUI sendiri ketika mengeluarkan fatwa haram itu tidak mengeluarkan daftar perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Israel,” kata Gus Nadirsyah saat ditemui seusai mengisi seminar di Kampus UIN Sunan Gunung Djati, Kota Bandung, Selasa (3/12/2024).
BACA JUGA: Asah Skill dan Etika Berkendara, DAM Gelar #Cari_Aman Skill Competition 2024
Tahun 2023, PBB mengeluarkan daftar perusahaan yang pro-Israel dengan jumlah sebanyak 167. Faktanya, kata Gus Nadirsyah, dari ratusan daftar tersebut tidak ada produk yang ramai di Indonesia.
“Yang mengejutkan ternyata itu tidak ada yang kemudian ramai di tanah air produk-produk ini, ternyata tidak masuk ke sana. Sehingga pertanyaannya akhirnya siapa yang membuat daftar itu dan apa kriteria juga metodenya?,” jelasnya.
“Itu yang menjadi persoalan, sementara masyarakat sudah sangat emosional, sudah sangat reaktif dan dampaknya dahsyat sekali,” lanjutnya.
Maka dari itu, ia memberi saran agar pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) duduk bersama mencari solusi.
MUI harus mengeluarkan secara resmi daftar produk yang terafiliasi Israel, kemudian pemerintah membuat sebuah aplikasi yang bisa digunakan masyarakat untuk mengetahui produk yang diboikot.
“Dibuat aplikasi sehingga orang ketika berbelanja itu dia tingga men-scan saja. Ibu-ibu mau belanja mau apa tinggak scan barcode,” tuturnya.
BACA JUGA: Harga Emas Antam, UBS & Galeri 24 di Pegadaian (Periode: Selasa, 3 Desember 2024)
Menurut Gus Nadirsyah, dampak dari gerakan boikot ini sangat berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Banyak cabang perusahaan yang akhirnya melakukan PHK massal karena omzet yang terus menurun.
“(Dampaknya) lebih ke dalam negeri. Kenapa? Karena setelah satu tahun ternyata perangnya masih terus, tidak memberi efek, tetapi justru produsen lokal kita yang kena. Apalagi perusahaan lokal kita yang franchise, yang bermasalah itu adalah perusahaan yang di pusatnya,” ungkapnya.