Oleh karena itu, dengan adanya hal ini, Hedi menuturkan pihaknya akan terus berupaya memberikan pelayanan maksimal kepada kaum disabilitas dalam Pilkada nanti.
“Karena setiap KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) di wilayah masing-masing pasti memiliki data berapa jumlah pemilih disabilitas. Sehingga ketika tahu ada disabilitas di area yang akan dibangun TPS, maka harus dibangun TPS yang ramah terhadap mereka,” ungkapnya.
“Jadi harus memudahkan mereka masuk ke TPS. Ini yang seringkali kurang diperhatikan, termasuk juga kemampuan berkomunikasi dan melayani disabilitas,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar resmi menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Total DPT adalah 35.925.960 pemilih.
Hal ini ditetapkan berdasarkan hasil akhir pleno yang digelar, Minggu (22/9) kemarin di Kota Bandung. “Ini berkurang sekitar 40.880 dibandingkan DPS (Daftar Pemilih Sementara) 35.966.840 pemilih,” tutur Ketua KPU Jabar Ummi Wahyuni.
Bentuk Pelanggaran Prinsip Inklusivitas
Aksesibilitas yang tidak memadai di TPS bagi penyandang disabilitas merupakan pelanggaran terhadap prinsip inklusivitas dan kesetaraan hak dalam demokrasi. Semua warga negara, termasuk kelompok disabilitas, memiliki hak yang sama untuk menggunakan hak pilihnya dengan mudah dan tanpa hambatan fisik.
Hal tersebut diungkapkan Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Kirana. Menurutnya, hal itu sudah mencerminkan kurangnya perhatian terhadap kebutuhan kelompok disabilitas.
“Seperti banyak TPS mungkin tidak menyediakan jalur landai (ramp), tempat duduk yang memadai, atau area yang mudah diakses bagi pengguna kursi roda, tunanetra, atau penyandang disabilitas lainnya,” tutur Annisa.
Dalam beberapa kasus, lanjutnya, petugas TPS juga tidak mendapatkan pelatihan yang cukup untuk mendukung kelompok disabilitas. Misalnya, mereka mungkin tidak memahami cara membantu pemilih tunanetra menggunakan template surat suara braille atau cara mendampingi pemilih dengan gangguan pendengaran.
“Sosialisasi tentang fasilitas aksesibilitas di TPS sering kali minim atau tidak efektif. Hal ini membuat kelompok disabilitas ragu untuk datang ke TPS karena ketidakpastian akan ketersediaan fasilitas,” ungkapnya.
Kolaborasi Antar Organisasi
Lantas dirinya menegaskan, pemerintah dan penyelenggara pemilu harus memastikan setiap TPS dilengkapi fasilitas aksesibilitas seperti jalur landai, ruang yang luas, toilet ramah disabilitas, dan tanda arah yang jelas.